Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya, Katakanlah (Muhammad),
‘Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)
(Al-Kahfi:109).

Monday 30 September 2013

tidak menolak prinsi penciptaan (creation)






Doktrin utama filsafat Ibn Rusyd yang membuatnya dicap sebagai murtad berkaitan dengan keabadian dunia, sifat pengetahuan Tuhan dan kekekalan jiwa manusia dan kebangkitannya.[4] Membaca sekilas tentang Ibn Rusyd memang bisa memberi kesan bahwa dia murtad dalam hubungannya dengan masalah-masalah tersebut, tapi penelaahan yang serius akan membuat orang sadar bahwa dia sama sekali tidak menolak ajaran Islam. Dia hanya menginterpretasikannya dan menjelaskannya dengan caranya sehingga bisa sesuai dengan filsafat.

Terhadap doktrin keabadian dunia, dia tidak menolak prinsi penciptaan (creation), tapi hanya menawarkan satu penjelasan yang berbeda dari penjelasan para teolog. Ibn Rusyd memang mengakui bahwa dunia itu abadi, tapi pada saat yang sama membuat pembedaan yang sangat penting antara keabadian Tuhan dengan keabadian dunia. Ada dua macam keabadian: keabadian dengan sebab dan keabadian tanpa sebab. Dunia bersifat abadi karena adanya satu agen kreatif yang membuatnya abadi. Sementara, Tuhan abadi tanpa sebab. Lebih dulunya Tuhan atas manusia tidak terkait dengan waktu. Keberadaan Tuhan tidak ada kaitannya dengan waktu karena Dia ada dalam keabadian yang tak bisa dihitung dengan skala waktu. Lebih dulunya Tuhan atas dunia ada dalam keberadaan-Nya sebagai sebab yang darinya muncul semua keabadian.[5]

Bagi Ibn Rusyd, tidak ada creatio ex nihilio, tapi penciptaan adalah proses perubahan dari waktu ke waktu. Menurut pandangan ini, kekuatan kreatif terus-menerus bekerja dalam dunia, menggerakannya dan menjaganya. Adalah mudah untuk menyatukan pandangan ini dengan konsep evolusi.

Penting juga untuk dinyatakan di sini tentang sanggahan al-Ghazali tentang hukum kausalitas. Al-Ghazali tidak menerima hukum kausalitas dengan dua alasan utama. Pertama, hukum kausalitas bertentangan dengan kekuasaan mutlak Tuhan atas dunia. Korelasi yang dinyatakan sebagai hukum sebab-akibat tidak ditopang oleh pengalaman dan logika. Pengalaman indra hanya memberi pengetahuan tentang rentetan kejadian dan tidak ada alasan apapun untuk mengatakan bahwa rangkaian temporal suatu kejadian menunjukkan proses sebab-akibat.[6] Tidak ada sebab-akibat karena semuanya terjadi berdasarkan takdir Tuhan. Kalau tuhan menghendaki, maka runtutan kejadian yang selama ini dianggap sebagai sebab-akibat bisa tidak terjadi, sebagaimana dalam kejadian-kejadian luar biasa, atau yang biasa disebut dengan mukjizat.


sumber dari: media-fast.blogspot.com

No comments:

Post a Comment