Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya, Katakanlah (Muhammad),
‘Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)
(Al-Kahfi:109).

Wednesday 11 September 2013

merupakan kitab klasik yang wajib menjadi rujukan




Kitab Muqaddimah karya Ibnu Khaldun merupakan kitab klasik yang wajib menjadi salah satu rujukan bagi kaum Muslim. Isinya sangat luas, merangkum berbagai cabang ilmu dan pengetahuan kehidupan manusia dalam rentang waktu yang panjang. Di dalam kitab ini, Ibnu Khaldun membahas berbagai topik seperti sejarah, geografi, matematika, agama, tata pemerintahan dan politik, model ekonomi, pendidikan , dan sebagainya, yang dijalankan oleh umat Islam di masa lalu.

Namun demikian, membaca buku Muqaddimah, haruslah dengan perpektif yang tepat, bukan sekadar melihatnya sebagai catatan sejarah masa lalu. Kitab ini justru sangat penting dan relevan bagi Umat Islam kini, dan dalam merancang kembali masa depan Islam, di masa gelap - ketika Islam hilang dari muka bumi, digantikan sepenuhnya oleh kapitalisme sebagaimana kita jalani hari ini. Pasar Terbuka
Satu hal yang sangat mendasar dan penting yang dapat ditemukan dalam kitab Muqaddimah adalah pernyataan Ibn Khaldun bahwa kemajuan suatu masyarakat, selain karena jumlah dan keragaman anggotanya, ditandai oleh dinamika pasar-pasarnya. Masyarakat yang maju ditandai oleh dinamisnya pasar, atau suq, dan sebaliknya matinya pasar-pasar menandakan kemunduran masyarakat. Hal ini sangat bisa dimengerti karena aktifnya pasar menunjukkan produktifitas dan pemerataan kemakmuran. Keberadaan pasar sendiri merupakan salah satu sunnah terpenting yang diteladankan oleh Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam sejak awal pembentukan masyarakat Muslim di Madinah al Munawwarah.

Dua institusi pertama yang dibangun oleh Rasul sallalahu alayhi wa sallam sesudah berhijrah ke Madinah adalah masjid dan pasar, dan Rasul menyatakan: 'Sunnahku di Pasar sama dengan sunnahku di Masjid'. Keduanya merupakan institusi publik, sarana umum yang tidak boleh dimiliki secara pribadi, dan harus terbuka untuk setiap orang, tidak boleh ada sekat-sekat permanen, serta tidak boleh ada pembebanan sewa maupun pajak. Dalam tradisi Islam pasar juga 'bergerak', berpindah-pindah tempat, seperti di Jawa misalnya dikenal 'hari pasaran', Pahing, Pon, Wage, Keliwon, dan Legi, sebagai cara lain meratakan kemakmuran.

Kalau umat Islam kembali menjalankan sunnah di pasar ini saja sudah merupakan sebuah tindakan perubahan luar biasa atas sistem kapitalisme- riba saat ini. Ketertutupan akses kepada pasar telah menimbulkan monopoli, yang pada gilirannya mematikan produksi. Etika perdagangan juga rusak. Kecurangan, dan riba, merajalela.

Terkait dengan pasar terbuka ini Ibnu Khaldun membahas peran pengawasan yang menjadi kewajiban pemerintahan Islam, yang dipegang oleh para muhtasib, yang ditunjuk oleh para Amir atau Sultan. Ketika kekhalifahan telah tegak di bawah sang khalifah.


sumber dari: wakalanusantara.com

No comments:

Post a Comment