Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya, Katakanlah (Muhammad),
‘Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)
(Al-Kahfi:109).

Wednesday, 11 September 2013

Ibnu Sina dalam Pandangan Barat




 "Ibnu Sina sangat terkenal di Abad Pertengahan, namanya menjadi buah bibir setiap orang, nilainya adalah nilai semua pemikiran yang memenuhi zamannya.. ia adalah salah seorang manusia teragung secara keseluruhan."

Ibnu Sina adalah seorang ilmuwan, filsuf, dokter dan penyair. Ia dijuluki syeikh al-raiis (syeikh tertinggi), dan al-mu'allim al-tsaalits (guru ketiga) setelah Aristoteles dan Al-Farabi. Ia juga dikenal sebagai amiirul athibbaa (pangeran para dokter) dan Aristoteles Islam. Ia adalah pionir pada zamannya dalam berbagai bidang intelektual.

Kesibukannya dalam bidang ilmu tidak membuatnya berpaling untuk turut berpartisipasi dalam kehidupan publik di masanya; ia ikut larut dengan masalah-masalah sosial yang tengah dihadapi masyarakatnya, berinteraksi dengan gelombang corak intelektualitas dan ikut berkontribusi dalam kebangkitan ilmiah dan peradaban Islam.

Dan semua ini memiliki dampak dalam keluasan pandangan dan teori-teorinya, dan ini juga tercermin pada ide, pengaruh dan tulisan-tulisannya. Ibnu Sina tidak terpaku pada semua kesimpulan teori yang telah dibuat oleh para pendahulunya, tetapi ia memandangnya dengan pandangan kritikus dan analis, dan membenturkannya dengan cermin pikiran dan gagasannya. Kemudian, apa disetujui pikirannya dan diterima akalnya, maka ia akan mengambil dan memberikan ulasan tambahan berdasarkan riset, penelitian, pengalaman dan pengamatannnya, ia berkata, "Para filsuf bisa saja benar dan bisa pula membuat kesalahan seperti halnya manusia lain, mereka sama sekali tidak ma'shum (terjaga) dari kesalahan dan ketergelinciran."

Karena itu, Ibnu Sina berperang melawan ramalan bintang dan berbagai pemikiran yang berlaku di masanya dalam beberapa aspek kimia, terkadang ia berbeda pendapat dengan ilmuwan sezamannya, atau orang yang mendahuluinya, dimana mereka berpendapat bahwa ada kemungkinan beberapa jenis logam dasar berubah menjadi emas dan perak. Akan tetapi Ibnu Sina menafikan hal itu, ia menyangkal kemungkinan terjadinya konversi pada inti logam, yang ada hanya perubahan bentuk logam dan pencitraan. Kemudian ia menjelaskan alasan teorinya bahwa setiap elemen memiliki komposisi tersendiri, yang tidak dapat diubah dengan cara yang konversi yang telah dikenal.

Ketenaran dan kedudukan tinggi Ibnu Sina dalam bidang ilmiah mengundang kedengkian dari sejumlah orang sezamannya dan kecemburuan mereka terhadap Ibnu Sina. Pandangan-pandangan baru Ibnu Sina dalam ilmu pengetahuan, pengobatan dan filsafat, menjadi celah bagi mereka untuk melakukan hujatan dan kritikan kepadanya serta menuduhnya ateis dan zindiq, namun dia selalu menanggapinya dengan mengatakan, "Keimananku kepada Allah tidak akan goyah; Jika aku memang seorang kafir, maka tidak ada satupun muslim sejati di muka bumi ini."

Meskipun Ibnu Sina berhasil mencapai puncak ketenaran sebagai seorang dokter dan juga kedudukan yang tinggi dalam bidang ilmiah, hingga ia berhak untuk dijuluki Amir al-Athibba (pangeran para dokter), akan tetapi, ia tidak pernah berpikir untuk mengumpulkan uang atau mencari ketenaran. Ia justeru mengobati pasien-pasiennya secara gratis, bahkan, ia sering kali memberikan pasien obat yang disiapkan untuk dirinya sendiri.

Ibnu Sina merasa bahwa tugas terpentingnya adalah untuk meringankan rasa sakit pasiennya; karena itu, ia memfokuskan upaya dan ambisinya untuk melayani kemanusiaan dan memerangi kebodohan dan penyakit.

Dia Ibnu Sina berhasil memberikan pelayanan maksimal bagi umat manusia melalui berbagai penemuannya dan melalui kemudahan yang diberikan Allah untuk penemuan-penemuan dalam bidang kedokteran, sehingga ia tercatat sebagai orang pertama yang menemukan berbagai penyakit yang masih menyebar hingga zaman sekarang. Ia adalah yang pertama untuk mendeteksi parasit Anklestoma dan ia sebut dengan cacing gelang.

Oleh karena itu, ia telah mendahului peneliti Italia Dubini sekitar 900 tahun. Ia adalah orang yang pertama kali menggambarkan meningitis, dan yang pertama kali membedakan antara kelumpuhan disebabkan oleh faktor internal di otak dan kelumpuhan akibat faktor eksternal dan mengidentifikasi penyakit stroke akibat kelebihan darah, bertentangan dengan apa diyakini para master kedokteran Yunani kuno.

Ibnu Sina juga orang yang pertama kali mengungkapkan cara penularan beberapa penyakit menular seperti cacar dan campak, dan ia menyatakan bahwa penyakit-penyakit itu ditularkan oleh beberapa mikro-organisme dalam air dan udara. Ia mengatakan, "sesungguhnya air yang mengandung hewan yang sangat kecil dan tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Hewan-hewan mikro organisme inilah yang menyebabkan beberapa penyakit." Inilah yang kemudian ditegaskan oleh Van Leeuwenhoek pada abad kedelapan belas dan para ilmuwan setelahnya, pasca ditemukannya mikroskop.

Dalam berbagai riset kedokteran, Ibnu Sina selalu menjadi yang terdepan mengungguli para dokter sezamannya. Ia telah mempelajari gangguan neurologis, faktor-faktor dan gejala psikologis dan kesehatan mental, seperti rasa takut, kesedihan, kecemasan, kegembiraan, dan lain-lain, dan ia menunjukkan bahwa semua itu memiliki dampak yang signifikan terhadap organ tubuh dan fungsi-fungsinya. Ia juga mampu mempelajari beberapa fakta dan penyakit psikologis melalui psikoanalisis, dan beberapa kasus, terkadang Ibnu Sina menggunakan metode psikologis dalam pengobatan pasiennya.

Ibnu Sina berhasil meraih penghargaan dan pengakuan dari para ilmuwan dan peneliti selama berabad-abad, bahkan George Sutton berkata, "Ibnu Sina adalah fenomena intelektual yang luar biasa, mungkin tidak akan ditemukan lagi orang yang akan menandingi kecerdasannya atau produktifitasnya." .. "Gagasan pemikiran Ibnu Sina merupakan konsep ideal filsafat di Abad Pertengahan."

De Boer mengatakan, "Pengaruh Ibnu Sina dalam filsafat Kristen pada Abad Pertengahan sangat signifikan, dan mendapatkan kedudukan seperti halnya Aristoteles."

Sementara Oberwil mengatakan, "Ibnu Sina sangat terkenal di Abad Pertengahan, namanya menjadi buah bibir setiap orang, nilainya adalah nilai semua pemikiran yang memenuhi zamannya.. ia adalah salah seorang manusia teragung secara keseluruhan."

Dan menjelaskan Holmyard mengatakan: "Para ilmuwan Eropa menggambarkan "Abu Ali" sebagai Aristoteles Arab. Tidak diragukan lagi bahwa ia adalah seorang ilmuwan yang telah melampaui orang lain dalam ilmu kedokteran dan geologi. Ia memiliki sebuah kebiasaan, jika ia menghadapi sebuah pertanyaan ilmiah, maka ia akan pergi ke masjid untuk shalat, kemudian kembali ke permasalahan yang ditanyakan setelah ia shalat, ia mulai lagi dari awal, lalu memecahkanya."

Gambar Ibnu Sina sampai saat ini masih menghiasi Aula Fakultas Kedokteran di Universitas Paris, sebagai penghormatan atas pengetahuannya dan pengakuan atas keutamaan dan kepeloporannya.


sumber dari: indonesian.irib.ir

No comments:

Post a Comment