Suatu
hari Imam Abu Hanifah mendapat
panggilan dari baginda
Al-Mansur di Baghdad, supaya
ia datang
mengadap ke istana.
Sesampainya ia di
istana Baghdad ia ditetapkan
oleh baginda menjadi
kadi (hakim) kerajaan
Baghdad. Dengan tawaran tersebut, salah seorang
pegawai negara bertanya: “Adakah guru tetap akan menolak kedudukan baik itu?” Dijawab oleh Imam Abu Hanifah “Amirul mu'minin lebih kuat membayar kifarat sumpahnya daripada saya membayar sumpah saya.”
Karena
ia masih
tetap menolak, maka
diperintahkan kepada pengawal
untuk menangkapnya, kemudian
dimasukkan ke dalam
penjara di Baghdad. Pada saat itu
para ulama yang terkemuka
di Kufah ada tiga
orang. Salah satu di antaranya ialah Imam Ibnu Abi Laila. Ulama
ini sejak pemerintahan
Abu Abbas as Saffah telah
menjadi mufti kerajaan untuk
kota Kufah.
Karena sikap Imam Abu Hanifah itu, Imam Abi Laila pun dilarang memberi fatwa.
Pada suatu hari Imam Abu Hanifah dikeluarkan dari penjara karena mendapat panggilan dari Al-Mansur, tetapi ia
tetap menolak. Baginda bertanya, “Apakah engkau telah suka dalam keadaan seperti ini?”
Dijawab oleh Imam
Abu Hanifah: “Wahai Amirul Mu'minin semoga Allah memperbaiki Amirul Mu'minin.
Wahai Amirul Mu'minin, takutlah kepada Allah, janganlah bersekutu dalam kepercayaan dengan orang yang tidak takut kepada Allah. Demi Allah saya bukanlah orang yang boleh dipercayai di waktu tenang, maka bagaimana saya akan dipercayai di waktu marah, sungguh saya tidak sepatutnya diberi jawatan itu.”
Wahai Amirul Mu'minin, takutlah kepada Allah, janganlah bersekutu dalam kepercayaan dengan orang yang tidak takut kepada Allah. Demi Allah saya bukanlah orang yang boleh dipercayai di waktu tenang, maka bagaimana saya akan dipercayai di waktu marah, sungguh saya tidak sepatutnya diberi jawatan itu.”
Baginda
berkata lagi: “Kamu
berdusta, kamu patut
dan sesuai memegang
jawatan itu.” Dijawab
oleh Imam Abu Hanifah: “Amirul
Mu'minin, sungguh baginda telah
menetapkan sendiri, jika
saya benar, saya
telah menyatakan bahwa
saya tidak patut
memegang jawatan itu.
Jika saya berdusta,
maka bagaimana baginda
akan mengangkat
seorang maulana yang dipandang
rendah oleh bangsa Arab.
Bangsa Arab
tidak akan rela diadili seorang golongan hakim seperti saya.”
Pernah
juga terjadi, baginda
Abu Jaffar Al-Mansur memanggil
tiga orang ulama
besar ke istananya,
yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Sufyan
ats Tauri dan Imam
Syarik an Nakhaei. Setelah
mereka hadir
di istana, maka ketiganya ditetapkan untuk menduduki pangkat yang cukup tinggi dalam kenegaraan, masing-masing diberi surat pelantikan tersebut.
Imam
Sufyan ats Tauri
diangkat menjadi kadi
di Kota Basrah, lmam
Syarik diangkat menjadi
kadi di ibu
kota. Adapun
Imam Abu Hanifah tidak mau menerima pengangkatan itu di
manapun ia diletakkan. Pengangkatan
itu disertai dengan
ancaman bahwa siapa
saja yang tidak mau
menerima jawatan itu
akan didera
sebanyak l00 kali deraan.
Imam Syarik menerima jawatan itu, tetapi Imam Sufyan tidak mau menerimanya, kemudian ia melarikan diri ke Yaman. Imam Abu Hanifah juga tidak mau menerimanya dan tidak pula berusaha melarikan diri.
Oleh sebab
itu Imam Abu Hanifah dimasukkan kembali ke dalam penjara dan dijatuhi hukuman sebanyak 100 kali dera. Setiap pagi dipukul dengan cambuk sementara dileher beliau dikalung dengan rantai besi yang berat.
Suatu kali Imam
Abu Hanifah dipanggil baginda untuk menghadapnya.
Setelah tiba di depan baginda, lalu
diberinya segelas air yang berisi
racun. Ia dipaksa
meminumnya. Setelah
diminum air yang beracun itu Imam
Abu Hanifah kembali
dimasukkan ke dalam
penjara. Imam Abu Hanifah
wafat dalam keadaan
menderita di penjara
ketika itu ia berusia 70 tahun.
Imam Abu Hanifah menolak semua tawaran yang diberikan oleh kerajaan daulah Umaiyyah dan Abbasiyah adalah karena beliau tidak sesuai dengan corak pemerintahan yang mereka kendalikan.
Oleh
sebab itu mereka
berusaha mengajak
Imam Hanifah untuk bekerjasama
mengikut gerak langkah
mereka, dan akhirnya
mereka siksa hingga
meninggal, karena Imam Abu Hanifah
menolak semua tawaran yang
mereka berikan.
Sepanjang riwayat hidupnya, beliau tidak dikenal dalam mengarang kitab. Tetapi madzab beliau Imam Abu Hanifah atau madzab Imam Abu Hanifah disebar luaskan oleh murid-murid beliau. Demikian juga fatwa-fatwa beliau dituliskan dalam kitab-kitab fiqih oleh para murid dan pengikut beliau sehingga madzab Imam Abu Hanifah menjadi terkenal dan sampai saat ini dikenal sebagai salah satu madzab yang empat. Di antara murid beliau yang terkenal adalah Muhammad bin Al-Hassan Al-Shaibani, yang merupakan guru dari Imam Syafi’i.
sumber dari: thoriqo.blogspot.com
No comments:
Post a Comment