Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya, Katakanlah (Muhammad),
‘Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)
(Al-Kahfi:109).
Showing posts with label Ibnu Zuhr. Show all posts
Showing posts with label Ibnu Zuhr. Show all posts

Monday, 31 March 2014

pentingnya terhadap studi psikologi







Sumbangan yang tak kalah pentingnya terhadap studi psikologi juga diberikan oleh Al-Razi. Rhazes—begitu orang Barat menyebut Al-Razi—telah menorehkan kemajuan yang begitu signifikan dalam psikiatri. Melalui kitab yang ditulisnya, Al-Mansuri dan Al-Hawi, Al-Razi mengungkapkan definisi symptoms (gejala) dan perawatannya untuk menangani sakit mental dan masalah-masalah yang berhubungan dengan kesehatan mental.

Al-Razi juga tercatat sebagai psikolog pertama yang membuka ruang psikiatri di sebuah rumah sakit di Kota Baghdad. Pada saat yang sama, Barat belum mengenal dan menerapkan hal serupa, sebab waktu itu Eropa berada dalam era kegelapan. Apa yang telah dilakukan Al-Razi di masa kekhalifahan Abbasiyah itu kini diterapkan di setiap rumah sakit.

Pemikir Muslim lainnya di masa keemasan Islam yang turut menyumbangkan pemikirannya untuk mengembangkan psikologi adalah Al-Farabi. Ilmuwan termasyhur ini secara khusus menulis risalah terkait psikologi sosial dan berhubungan dengan studi kesadaran. Dari Andalusia, dokter bedah terkemuka, Al-Zahrawi, alias Abulcasis memelopori bedah syaraf.

Selain itu, Ibnu Zuhr alias Avenzoar, tercatat sebagai psikolog Muslim pertama yang mencetuskan deskripsi tentang penyakit syaraf secara akurat. Ibnu Zuhr juga telah memberi sumbangan yang berarti bagi neuropharmakology modern. Yang tak kalah penting lagi, Ibnu Rusyd atau Averroes—ilmuwan Muslim termasyhur—telah mencetuskan adanya penyakit Parkinson.

Ali ibnu Abbas Al-Majusi, psikolog Muslim lainnya di masa kejayaan, turut menyumbangkan pemikirannya bagi studi psikologi. Ia merupakan psikolog yang menghubungkan antara peristiwa-peristiwa psikologis tertentu dengan perubahan psikologis dalam tubuh. Ilmuwan besar Muslim lainnya, Ibnu Sina alias Avicenna, dalam kitabnya yang fenomenal Canon of Medicine juga mengupas masalah neuropsikiatri. Ibnu Sina menjelaskan pendapatnya tentang kesadaran diri atau self-awareness.

Sementara itu, Ibnu Al-Haitham alias Alhazen lewat kitabnya yang terkenal Book of Optics dianggap telah menerapkan psikologi eksperimental, yakni psikologi persepsi visual. Dialah ilmuwan pertama yang mengajukan argumen bahwa penglihatan terjadi di otak, dibandingkan di mata. Al-Haitham menegaskan bahwa pengalaman seseorang memiliki efek pada apa yang dilihat dan bagaimana seseorang melihat.

Menurut Al-Haitham, penglihatan dan persepsi adalah subjektif. Al-Haitham juga adalah ilmuwan pertama yang menggabungkan fisika dengan psikologi sehingga terbentuklah psychophysics. Melalui percobaan yang dilakukannya dalam studi psikologi, Al-Haitham banyak mengupas tentang persepsi visual termasuk sensasi, variasi, dalam sensitivitas, sensasi rabaan, persepsi warna, serta persepsi kegelapan.

Sejarawan psikologi, Francis Bacon, menyebut Al-Haitham sebagai ilmuwan yang meletakkan dasar-dasar psychophysics dan psikologi eksperimental. Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukannya, Bacon merasa yakin bahwa Al-Haitham adalah sarjana pertama yang berhasil menggabungkan fisika dengan psikologi, dibandingkan Fechner yang baru menulis Elements of Psychophysics pada 1860 M.

Bacon juga mengakui Al-Haitham sebagai pendiri psikologi eksperimental. Dia mencetuskan teori besar itu pada awal abad ke-11 M. Selain itu, dunia juga mengakui Al-Biruni sebagai salah seorang perintis psikologi eksperimental lewat konsep reaksi waktu yang dicetuskannya. Sayangnya, sumbangan yang besar dari para ilmuwan Muslim terhadap studi psikologi itu seakan tak pernah tenggelam ditelan zaman.



sumber dari: http://indo2.islamic-world.net/

Dokter Terhebat dari Zaman Keemasan







Bapak ilmu bedah eksperimental’‘ begitulah Ibnu Zuhr kerap dijuluki. Menurut Abdel-Halim (2005) dalam tulisannya bertajuk Contributions of Ibn Zuhr (Avenzoar) to the progress of surgery: A study and translations from his book Al-Taisir, dokter Muslim kelahiran Seville, Spanyol Islam, itu dianggap telah berjasa memperkenalkan metode eksperimental dalam ilmu bedah. Sang dokter pun tercatat sebagai dokter perintis yang memperkenalkan metode bedah manusia dan autopsi. ‘’Ibnu Zuhr adalah penemu prosedur bedah tracheotomy (leher),’‘ papar Abdel-Halim. Dokter terkemuka pada era kejayaan Islam di Spanyol itu juga berhasil mengungkap misteri penyebab kudis dan radang. Dialah dokter pertama yang meyakinkan eksistensi parasit lewat parasitologi.

Berkat sederet pencapaian yang berhasil ditorehkannya itu, para sejarawan sains pun menabalkan Ibnu Zuhr sebagai dokter Muslim terhebat di zaman keemasan Islam. Ia dianggap mampu melampaui prestasi yang dicapai dokter-dokter Muslim lainnya di dunia Islam. Ibnu Zuhr memosisikan dirinya sebagai seorang dokter spesialis yang fokus pada satu bidang kedokteran. Padahal, kala itu tenaga medis Muslim lebih memilih berpraktik sebagai dokter umum. Itulah yang menyebabkan Ibnu Zuhr mampu memproduksi karya-karya yang tetap termasyhur hingga era milenium baru. Terobosan dan temuan penting yang berhasil dicapainya dalam ilmu kedokteran itu dituliskannya dalam sebuah buku monumental berjudul Kitab al- Taisir fi al-Mudawat wa al-Tadbir (Book of Simplification concerning Therapeutics and Diet).

Kitab itu ditulis atas permintaan Ibnu Rushd alias Averroes. Inilah masterpiece yang dihasilkan Ibnu Zuhr. Dalam Kitab al- Taisir, Ibnu Zuhr memaparkan sederet kontribusi penting yang dihasilkannya dalam ilmu kedokteran. Buku itu mengupas beragam penyakit dan cara penyembuhannya. Ia juga menulis Kitab al- Iqtisad fi Islah al-Anfus wa al-Ajsad (Book of the Middle Course concerning the Reformation of Souls and the Bodies). Kitab itu berisi rangkuman beraneka jenis penyakit, pengobatan, dan pencegahannya. Buku itu pun dipandang sangat bernilai tinggi karena di dalamnya mengupas dan membahas kajian psikologi.

Ibnu Zuhr juga menekankan pentingnya menjaga kesehatan dengan asupan gizi yang baik dan seimbang. Buah pikirannya itu dituliskannya dalam Kitab al-Aghthiya (Buku mengenai Bahan Makanan). Di buku itu, Ibnu Zuhr memerinci dan menjelaskan aneka jenis makanan dan obat-obatan serta dampaknya bagi kesehatan. Pemikiran dan penemuan yang berhasil diciptakannya begitu berpengaruh, baik di dunia kedokteran Barat maupun Timur selama beberapa abad. Buah pikir sang dokter itu lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan bahasa Yahudi (Hebrew). Buku-buku yang ditulis Ibnu Zuhr itu masih populer dan menjadi rujukan sekolah kedokteran di Eropa hingga abad ke-18 M.

Sebagai perintis ilmu bedah eksperimental, Avenzoar julukan Ibnu Zuhr merupakan dokter pertama yang memanfaatkan binatang sebagai ‘kelinci percobaan’. Untuk bedah tracheotomy, misalnya, Ibnu Zuhr menyempurnakan prosedur bedahnya melalui uji coba pada seekor kambing. Ibnu Zuhr juga sempat melakukan percobaan pada seekor biri-biri ketika menangani penyakit paru-paru. ‘’Dia merupakan pendiri ilmu bedah yang independen dari bidang kedokteran,’‘ cetus Abdel-Halim. Secara khusus, dokter Muslim legendaris dari abad ke- 12 M itu memperkenalkan sebuah pusat pelatihan khusus bagi para calon dokter ahli bedah di masa depan.

Menurut Ibnu Zuhr, tak sembarang dokter bisa melakukan operasi atau bedah. Hanya dokter yang memenuhi syaratlah yang boleh melakukan operasi. Selain berjasa dalam bidang ilmu bedah eksperimental, Ibnu Zuhr turut berkontribusi dalam mengembangkan anatomi, fisiologi, etiologi, dan parasitologi. Ia adalah seorang dokter yang brilian. Ibnu Zuhr kerap mengkritisi berbagai karya kedokteran yang terdahulu, termasuk Kitab Qanun fi al-tib karya Ibnu Sina. Sang dokter legendaris ini pun membenarkan adanya darah dalam tubuh. Ibnu Zuhr juga merupakan dokter pertama yang mendirikan etiologi atau ilmu dalam kedokteran yang membahas penyebab dan asal mula penyakit. Etiologi dirintisnya saat meneliti penyakit radang telinga. Ia pun berperan dalam pengembangan ilmu anestesi. Berkat jasa Ibnu Zuhr dan Abu Al- Qasim Al-Zahrawi, Spanyol Islam tetap dikenal sebagai pengembang anestesi modern.

Kontribusi penting lainnya yang diwariskan Ibnu Zuhr bagi ilmu kedokteran modern adalah dalam bidang neurologi dan neurofarmakologi. Martin-Araguz dkk (2002) dalam bukunya bertajuk Neuroscience in al- Andalus and its influence on medieval scholastic medicine, mengungkapkan bahwa Ibnu Zuhr adalah dokter pertama yang menjelaskan gangguan pada syaraf, termasuk meningitis, intracranial thrombophlebitis, dan tumor. Menurut Martin-Araguz, Ibnu Zuhr juga turut mengembangkan neurofarmakologi modern. Ia tercatat dalam sejarah kedokteran sebagai dokter perintis yang menulis pharmacopoeia (buku daftar obat-obatan resmi). Sang dokter dari Spanyol Islam juga menerapkan sistem pengobatan dengan obat untuk menyembuhkan gejala dan penyakit tertentu.

Ibnu Zuhr dikenal sebagai dokter yang unik. Ia mengembangkan ilmu kedokteran yang berbasis pada riset dan percobaan ilmiah. Berkat sistem yang dikembangkannya itu, Ibnu Zuhr mampu menemukan beberapa penyakit yang tak diketahui sebelumnya, seperti penyakit paru-paru. Yang lebih memukau lagi, Ibnu Zuhr merupakan dokter yang menggunakan jarum suntik untuk memberikan makanan buatan bagi pasiennya. Studi penyakit lingkungan juga sangat menarik minat dan perhatiannya. Ketika wabah penyakit melanda kota Marrakech, Ibnu Zuhr turun langsung ke lapangan melakukan penelitian dan memberikan pertolongan. Ia merupakan dokter perintis dalam berbagai hal. Dalam mengembangkan sesuatu yang baru dalam ilmu kedokteran, Ibnu Zuhr selalu tampil sebagai penemu.

Sang dokter dari Spanyol Islam itu lagi-lagi tercatat sebagai yang pertama berhasil mengungkapkan nilai gizi yang terkandung dalam madu. Terobosan demi terobosan yang berhasil dikembangkannya membuat dokter-dokter lainnya kagum. Ibnu Rushd dalam bukunya Al-Kuliyat menyebut Ibnu Zuhr sebagai dokter terbesar setelah Galen. Dunia kedokteran sungguh telah banyak berutang budi dan pantas berterima kasih atas jasa dan kontribusi Ibnu Zuhr.



sumber dari: https://groups.yahoo.com/neo/

Pengobatan Jantung Ala Ibnu Zuhr







Dunia medis mencatat penyakit jantung merupakan menyebab nomor wajhid kematian di belahan dunia. Pada 2002, penyakit jantung telah menyebabkan 17 juta kasus kematian di dunia. Penyakit ini masih tetap menjadi ''mesin pembunuh'' yang harus terus diwaspadai. Pada 2020 mendatang, para ahli memperkirakan, kematian akibat penyakit jantung akan mencapai 20 juta kasus.

Dunia kedokteran Islam telah mengenal dan menguasai penyakit jantung sejak 900 tahun silam. Menurut Rabie E Abdel-Halim dan Salah R Elfaqih dalam karyanya bertajuk ''Pericardial Pathology 900 Years Ago: A Study and Translations from an Arabic Medical Textbook,'' dunia medis Islam di era kekhalifahan sudah menguasai ilmu pengobatan penyakit jantung.


Menurut Abdel-Halim, dokter Muslim yang sudah mengkaji dan mengasai pengobatan penyakit jantung di zaman keemasan Islam adalah Ibnu Zuhr (1091-1161 M). Berdasarkan hasil kajian dari Kitab al-Taysir, karya dokter Muslim legendaris dari Andalusia itu, para sejarawan sains menemukan fakta bahwa Ibnu Zuhr sudah menguasai pengobatan pericarditis.

Pericarditis merupakan penyakit peradangan pada pericardium (kantong yang mengelilingi jantung). Pericarditis dapat menyebabkan cairan menumpuk di dalam pericardium dan menekan jantung, membatasi kemampuan jantung untuk mengisi dan memompa darah.

Ibnu Zuhr membahas dan mengkaji pengobatan tentang pericarditis dalam kitab berbahasa Arab yang berjudul Kitab al-Taysir fi al-Mudawat wal Tadbir. Kitab itu terdiri dari dua volume dalam satu edisi. Kajian tentang pericarditis dikupas sang dokter dalam bab khusus bertajuk Dhikru amradh al-qalb.

Dalam kitab itu, Ibnu Zuhr telah menyebutkan adanya fenomena penumpukan cairan yang membuat kemampuan jantung menjadi terbatas. Ibnu Zuhr menyebut cairan itu sebagai Dhikru al-Ruttubah allati Ta'ridd fi Ghisha al-Qalb.

Dalam kitab kedokterannya, Ibnu Zuhr meletakkan pembahasan penyakit jantung, setelah penyakit paru-paru dan sebelum penyakit hati. Menurut Abdel-Halim dan Elfaqih, Ibnu Zuhr membuka kajiannya tentang penyakit jantung dengan sebuah pernyataaan, "Penyakit jantung dapat menyebabkan organ-organ lain menderita.''

Ibnu Zuhr membahas berbagai penyakit jantung dimulai dengan tawarrum (pembengkakan), ikhtilaj (deyutan) dan khafaqan (debaran). Sang dokter membahas ketiganya dalam judul yang terpisah. Setelah membahas ketiga masalah jantung itu, Ibnu Zuhr lalu membahas tentang pericarditis.

"Pembahasan mengenai pericarditis merupakan karya tertua dari empat manuskrip yang ditulisnya," ujar Abdel-Halim. Hal itu juga dibahas oleh Al-Khoori M dalam karyanya Kitab Al-Taysir Fi Al-Mudawat wa-'l-Tadbir by Marwan Ibn Zuhr.

Menurut Halim dan Elfaqih, masalah pericarditis diterjemahkan dari halaman 183 dan 184 dari Kitab al-Taysir. Berikut penjelasan Ibnu Zuhr tentang pericarditis, ''Kumpulan cairan dapat menutupi jantung: Di jantung, dapat terjadi penumpukan cairan yang mirip urine. Cairan itu ditemukan menutupi jantung. Kejadian ini bisa menyebabkan kematian pada pasien.''

Ibnu Zuhr menuturkan, perawatan terhadap kondisi itu belum pernah dijelaskan dokter mana pun sebelumnya, termasuk Galen. Ia lalu mencari solusi untuk mengobati penyakit pericarditis itu dengan caranya sendiri. ''Pengobatan aromatik dengan cairan, tonik dan pelembab berkualitas, mungkin bermanfaat,'' tutur Ibnu Zuhr.

Selain itu, Ibnu Zuhr juga menawarkan pengobatan lainnya dengan memakan apel atau minum susu segar yang diperoleh dari kambing muda serta mandi dengan air yang hangat. Ia juga menawarkan pengobatan dengan menggunakan sirup "Rayhan" atau sirup dari Cendana. Sang dokter juga menginstruksikan pasiennya untuk secara teratur menghirup aroma segar.

''Jika dokter menunda (perawatan) bahkan untuk waktu yang singkat, pasien akan mati karena jantung merupakan salah satu organ vital,'' tuturnya. Sejatinya, Ibnu Zuhr tidak hanya menjelaskan jenis-jenis pericarditis yang serius, namun juga secara akurat memotret temuannya mengenai penyakit dalam fibrinous pericarditis.

Menurut DeBono DP dalam karyanya berjudul Diseases of the Cardiovascular System," penjelasan Ibnu Zuhr tentang cairan yang menutup pericardium seperti ''air urine'' sangat sesuai dengan temuan kedokteran modern. "Ini, juga, menunjukkan bahwa ia telah melihat dan mengamati kumpulan cairan yang belum pernah diperoleh kecuali oleh pericardiocentesis atau bedah mayat."

Ibnu Zuhr tampaknya telah melakukan bedah jantung, karena mampu menjelaskan tentang "zat padat yang terkumpul di dalam jantung yang menutupi lapisan atas dari lapisan membran". Abdel-Halim dalam karyanya berjudul Pediatric Urology 1000 Years Ago mengungkapkan, Kitab al-Taysir Ibnu Zuhr mengikuti skema al-Razi (Rhazes, 841-926 M) dalam mengklasifikasi penyakit menurut organ terpengaruh.

Setiap bab dimulai dengan definisi kolektif dan klasifikasi utama penyakit yang diikuti dengan ringkasan dari organ yang normal dan abnormal, menganalisis struktur asal dari gangguan penyakit. kemudian membahas gambar klinis, diferensial diagnosa dan prognosa.

"Selain itu, ia mengkritisi tinjauan pandangan orang dahulu dari pengalamannya sendiri," jelas Neuburger M dalam karyanya History of Medicine. Dalam penjelasannya, Ibnu Zuhr menyatakan bahwa jantung merupakan sebuah organ vital yang pokok dan utama. Dunia Islam telah menyumbangkan begitu banyak penemuan bagi dunia kedokteran modern.



sumber dari: http://zilzaal.blogspot.com/

Pengobatan Ala Nabi Tak Bertentangan dengan Pengobatan Modern





Saat ini, pengobatan alami sangat digemari masyarakat. Mereka memilih herbal ketimbang obat-obatan kimia. Thibbun nabawi yang bersifat alami pun kemudian menjadi daya tarik masyarakat.
Namun, tak sedikit pula yang salah mengartikan thibbun nabawi merupakan segala obat dari Arab. Atau, thibbun nabawi sama dengan praktik alternatif.

Perlu diketahui, segala jenis thibbun nabawi merupakan yang pernah disebutkan oleh Rasulullah saja. Jika kemudian muncul obat dari bahan alami, tapi tak pernah disebut Rasulullah, itu bukan bagian dari thibbun nabawi. Meski khasiatnya mujarab setelah diuji penelitian, jika tak pernah disebut oleh Rasulullah, itu bukan bagian dari wahyu yang diyakini sepenuhnya bermanfaat sebagai obat.
Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari mengatakan, pengobatan ala Nabi diyakini mendatangkan kesembuhan karena bersumber dari wahyu, sedangkan pengobatan yang lainnya kebanyakan berdasarkan praduga dan eksperimen.

Kendati demikian, bukan berarti Muslimin tak diizinkan menggunakan obat-obatan modern. Hanya saja, thibbun nabawi hendaknya selalu diutamakan. Ibnul Qayyim dalam "Thibbun Nabawi" mengatakan, para tabib sepakat ketika memungkinkan pengobatan dengan bahan makanan, jangan beralih pada obat-obatan kimia. Ketika memungkinkan mengonsumsi obat yang sederhana, jangan beralih memakai obat yang kompleks.
"Mereka para tabib mengatakan setiap penyakit yang bisa ditolak dengan makanan dan tindakan preventif tertentu, janganlah mencoba menolaknya dengan obat-obatan," ujarnya.

Selain itu, Muhammad juga diutus sebagai Rasul, bukan tabib. Meski Rasulullah menganjurkan banyak obat, dia bukanlah peracik obat. Rasulullah hanya menyampaikan wahyu dan memberikan suri teladan bagi Muslimin. Sahabat Saad menceritakan, suatu hari ia menderita sakit, kemudian Rasulullah menjenguknya. "Rasulullah meletakkan tangannya di dadaku, sampai-sampai jantungku merasakan sejuknya tangan beliau," ujar Saad.

Rasulullah pun kemudian bersabda, "Sesungguhnya engkau menderita penyakit jantung, temuilah al-Harits bin Kalidah dari Bani Tsaqif karena sesungguhnya ia adalah seorang tabib. Dan, hendaknya dia (al-Harits) mengambil tujuh buah kurma ajwah, kemudian ditumbuk beserta biji-bijinya, kemudian meminumkanmu dengannya," hadis riwayat Abu Dawud.

Dalam ilmu kedokteran modern, thibbun nabawi pun tidaklah bertentangan dengan pengobatan modern. Justru dalam sejarah, ilmu kedokteran modern merupakan perkembangan yang tak luput dari thibbun nabawi. Warisan ilmu thibbun nabawi dari Rasulullah diabadikan dalam kumpulan hadis oleh Imam Bukhari dalam kitab At-Thibb An-Naby. Kitab tersebut berisi lebih dari 80 hadis yang berkaitan dengan ilmu kedokteran. Kedelapan puluh hadis tersebut membicarakan ilmu kedokteran modern, seperti embriologi, anatomi, fisiologi, dan patologi. Pada masa perkembangan Islam, mulai bermunculan penerjemahan buku kedokteran dari Persia, Yunani, dan India. Metode yang ada kemudian dibersihkan dari unsur harap dan memadukannya dengan metode pengobatan Islami, yaitu metode pengobatan ala Nabi.

Ilmu kedokteran pun makin berkembang seiring kemajuan dunia Islam. Sekolah dan rumah sakit berdiri, dokter-dokter Muslim pun lahir, di antaranya Ibnu Sina. Ia menghasilkan kitab terbaik dalam sejarah ilmu kedokteran bertajuk Al Qonun fith Thibb (Canon of Medicine).
Buku ini menjadi rujukan utama para dokter di Eropa. Tak hanya Ibnu Sina, banyak dokter Muslim lain, seperti Ibnu Maimun yang mengembangkan ilmu kedokteran jiwa, Kahin al-Aththor sang ahli farmasi, Ibnu Zuhr dan al-Quff yang mengembangkan ilmu kedokteran, dan masih banyak lagi.

Namun, ketika masa kejayaan Islam mulai runtuh, Eropa menguasai dunia. Karya-karya Islam diakui sebagai karya Eropa. Namun, Muslimin hanya berdiam diri menerima pahit kemunduran dunia Islam. Bangsa Barat pun kemudian mengembangkan hasil karya para Muslim hingga ilmu kedokteran begitu maju sampai kini. Benar ucapan Imam asy-Syafii atas kelalaian Muslimin tersebut. "Umat Islam telah menyia-nyiakan sepertiga Ilmu dan menyerahkannya kepada umat Yahudi dan Nasrani.



sumber dari: http://www.sasak.net/m/

Friday, 7 March 2014

General surgery





General surgery:

The famous names in general surgery were: Ibn Zuhr, al Shirazi, and Ibn Dhahabi. The most famous of them all was al Zahrawi. His book al Tasrif was used as a standard text in Europe and was translated into Latin in the... 12th century CE. 
 
Al Zahrawi performed thyroidectomy in 952 CE. He is reported to have used catgut and cotton sutures in closing surgical wounds. He recognised pain as a symptom and not a disease. He performed tracheostomy as an elective procedure and described bandaging technics. 
 
Among his inventions: the syringe for bladder irrigation, the vaginal speculum, and plaster for bone setting. Al Jurjani (d. 1136 CE) described the relation between goitre and exophthalmos. Al Razi was the first to use gut sutures for intestinal repair.



Photo: General surgery:

  The famous names in general surgery were: Ibn Zuhr, al Shirazi, and Ibn Dhahabi. The most famous of them all was al Zahrawi.  His book al Tasrif  was used as a standard text in Europe and was translated into Latin in the 12th century CE. Al Zahrawi performed thyroidectomy in 952 CE. He is reported to have used catgut and cotton sutures in closing surgical wounds. He recognised pain as a symptom and not a disease. He performed tracheostomy as an elective procedure and described bandaging technics. Among his inventions: the syringe for bladder irrigation,  the vaginal speculum, and plaster for bone setting. Al Jurjani (d. 1136 CE) described the relation between goitre and exophthalmos. Al Razi was the first to use gut sutures for intestinal repair.

Arzaq ~



sumber dari: https://www.facebook.com/MuslimsContributionsToTheHistoryOfMedicine

Wednesday, 25 December 2013

penyakit-penyakit peredaran darah




Obat Untuk Melancarkan Peredaran Darah

Gerard da Cremona, orang Italia yang tinggal di Spanyol, menerjemahkan 92 buku ilmiah Islam ke dalam bahasa Latin. Buku terjemahannya itu antara lain Al-Asrar (rahasia-rahasia) karya Abu Bakr Muhammad ibnu Zakaria Ar-Razi (bhs.Ltn.Razes, Rases, atau Rhazes), sebuah karya dokter Abu Az-Zahrawi tentang metoda pembedahan, buku karya Abu Muhammad Dhiyauddin Al-Baithar (bhs.Ltn.Alpetagrius) mengenai tumbuh-tumbuhan.


Giovanni Morgagni (1682-1771), orang Itali yang dihormati sebagai bapak pathology (ilmu penyakit) karena dikatakan sebagai orang pertama yang dengan benar menguraikan sifat alami penyakit. Namun jauh sebelum Giovanni melakukannya, para ahli bedah Islam adalah ahli patologi pertama sesungguhnya. Mereka menyadari secara penuh sifat alami penyakit dan menggambarkan berbagai macam penyakit dengan detil modern. Ibnu Zuhr dengan benar menggambarkan sifat alami radang selaput dada (pleurisy), tuberkulosis (TBC) dan radang kantung jantung (pericardistis). Az-Zahrawi dengan teliti mendokumentasikan ilmu penyakit dari hydrocephalus (air di otak) dan penyakit-penyakit sejak lahir lainnya. Ibnu Al-Quff dan Ibnu An-Nafs memberi uraian-uraian sempurna tentang penyakit-penyakit peredaran darah. Ahli-ahli bedah Islam lainnya memberi uraian-uraian akurat pertama tentang penyakit berbahaya tertentu, termasuk kanker perut, usus dan kerongkongan. Para ahli bedah Islam ini adalah pemula dari pathology (ilmu penyakit), bukan Giovanni Morgagni.



sumber dari: jogang.heck.in

Wednesday, 13 November 2013

inhalation anesthesia




What is Taught: The first surgery performed under inhalation anesthesia was conducted by C.W. Long, an American, in 1845.

What Should be Taught: Six hundred years prior to Long, Islamic Spain’s Az-Zahrawi and Ibn Zuhr, among other Muslim surgeons, performed hundreds of surgeries under inhalation anesthesia with the use of narcotic-soaked sponges which were placed over the face.

What is Taught: During the 16th century Paracelsus invented the use of opium extracts for anesthesia.

What Should be Taught: Muslim physicians introduced the anesthetic value of opium derivatives during the Middle Ages. Opium was originally used as an anesthetic agent by the Greeks. Paracelus was a student of Ibn Sina’s works from which it is almost assured that he derived this idea.

What is Taught: Modern anesthesia was invented in the 19th century by Humphrey Davy and Horace Wells.

What Should be Taught: Modern anesthesia was discovered, mastered and perfected by Muslim anesthetists 900 years before the advent of Davy and Wells. They utilized oral as well as inhalant anesthetics.

What is Taught: The concept of quarantine was first developed in 1403. In Venice , a law was passed preventing strangers from entering the city until a certain waiting period had passed. If, by then, no sign of illness could be found, they were allowed in.

What Should be Taught: The concept of quarantine was first introduced in the 7th century A.D. by the prophet Muhammad, who wisely warned against entering or leaving a region suffering from plague. As early as the 10th century, Muslim physicians innovated the use of isolation wards for individuals suffering with communicable diseases.

What is Taught: The scientific use of antiseptics in surgery was discovered by the British surgeon Joseph Lister in 1865.

What Should be Taught: As early as the 10th century, Muslim physicians and surgeons were applying purified alcohol to wounds as an antiseptic agent. Surgeons in Islamic Spain utilized special methods for maintaining antisepsis prior to and during surgery. They also originated specific protocols for maintaining hygiene during the post-operative period. Their success rate was so high that dignitaries throughout Europe came to Cordova , Spain , to be treated at what was comparably the “Mayo Clinic” of the Middle Ages.

What is Taught: In 1545, the scientific use of surgery was advanced by the French surgeon Ambroise Pare. Prior to him, surgeons attempted to stop bleeding through the gruesome procedure of searing the wound with boiling oil. Pare stopped the use of boiling oils and began ligating arteries. He is considered the “father of rational surgery.” Pare was also one of the first Europeans to condemn such grotesque “surgical” procedures as trepanning (see reference #6, pg. 110).


What Should be Taught: Islamic Spain ‘s illustrious surgeon, az-Zahrawi (d. 1013), began ligating arteries with fine sutures over 500 years prior to Pare. He perfected the use of Catgut, that is suture made from animal intestines. Additionally, he instituted the use of cotton plus wax to plug bleeding wounds. The full details of his works were made available to Europeans through Latin translations.



sumber dari: asqfish.wordpress.com

father of pathology






What is Taught: The Italian Giovanni Morgagni is regarded as the father of pathology because he was the first to correctly describe the nature of disease.

What Should be Taught: Islam’s surgeons were the first pathologists. They fully realized the nature of disease and described a variety of diseases to modern detail. Ibn Zuhr correctly described the nature of pleurisy, tuberculosis and pericarditis. Az-Zahrawi accurately documented the pathology of hydrocephalus (water on the brain) and other congenital diseases. Ibn al-Quff and Ibn an-Nafs gave perfect descriptions of the diseases of circulation. Other Muslim surgeons gave the first accurate descriptions of certain malignancies, including cancer of the stomach, bowel and esophagus. These surgeons were the originators of pathology, not Giovanni Morgagni.

What is Taught: Paul Ehrlich (19th century) is the originator of drug chemotherapy, that is the use of specific drugs to kill microbes.

What Should be Taught: Muslim physicians used a variety of specific substances to destroy microbes. They applied sulfur topically specifically to kill the scabies mite. Ar-Razi (10th century) used mercurial compounds as topical antiseptics.

What is Taught: Purified alcohol, made through distillation, was first produced by Arnau de Villanova, a Spanish alchemist, in 1300 A.D.


What Should be Taught: Numerous Muslim chemists produced medicinal-grade alcohol through distillation as early as the 10th century and manufactured on a large scale the first distillation devices for use in chemistry. They used alcohol as a solvent and antiseptic.



sumber dari: asqfish.wordpress.com

Islamic medicine







Islamic medicine was a genre of medical writing that was influenced by several different medical systems. The works of ancient Greek and Roman physicians Hippocrates, Dioscorides, Soranus, Celsus and Galen had a lasting impact on Islamic medicine.[126][127][128]

Muslim physicians made many significant contributions to medicine in the fields of anatomy, experimental medicine, ophthalmology, pathology, the pharmaceutical sciences, physiology, surgery, etc. They also set up some of the earliest dedicated hospitals,[129] including the first medical schools[130] and psychiatric hospitals.[131] Al-Kindi wrote the De Gradibus, in which he first demonstrated the application of quantification and mathematics to medicine and pharmacology, such as a mathematical scale to quantify the strength of drugs and the determination in advance of the most critical days of a patient's illness.[132] Al-Razi (Rhazes) discovered measles and smallpox, and in his Doubts about Galen, proved Galen's humorism false.

Abu al-Qasim (Abulcasis) helped lay the foudations for modern surgery,[133] with his Kitab al-Tasrif, in which he invented numerous surgical instruments,[134] including the surgical uses of catgut, the ligature, surgical needle, retractor, and surgical rod.[66]

Ibn Sina (Avicenna) helped lay the foundations for modern medicine,[135] with The Canon of Medicine, which was responsible for the discovery of contagious disease, introduction of quarantine to limit their spread, introduction of experimental medicine, evidence-based medicine, clinical trials,[136] randomized controlled trials,[137][138] efficacy tests,[139][140] and clinical pharmacology,[141] the first descriptions on bacteria and viral organisms,[142] distinction of mediastinitis from pleurisy, contagious nature of tuberculosis, distribution of diseases by water and soil, skin troubles, sexually transmitted diseases, perversions, nervous ailments,[129] use of ice to treat fevers, and separation of medicine from pharmacology.[134]

Ibn Zuhr (Avenzoar) was the earliest known experimental surgeon.[143] In the 12th century, he was responsible for introducing the experimental method into surgery, as he was the first to employ animal testing in order to experiment with surgical procedures before applying them to human patients.[144] He also performed the first dissections and postmortem autopsies on humans as well as animals.[145]

Ibn al-Nafis laid the foundations for circulatory physiology,[146] as he was the first to describe the pulmonary circulation[147] and coronary circulation,[148][149] which form the basis of the circulatory system, for which he is considered "the greatest physiologist of the Middle Ages."[150] He also described the earliest concept of metabolism,[151] and developed new systems of physiology and psychology to replace the Avicennian and Galenic systems, while discrediting many of their erroneous theories on humorism, pulsation,[152] bones, muscles, intestines, sensory organs, bilious canals, esophagus, stomach, etc.[153]


Ibn al-Lubudi rejected the theory of humorism, and discovered that the body and its preservation depend exclusively upon blood, women cannot produce sperm, the movement of arteries are not dependent upon the movement of the heart, the heart is the first organ to form in a fetus' body, and the bones forming the skull can grow into tumors.

Ibn Khatima and Ibn al-Khatib discovered that infectious diseases are caused by microorganisms which enter the human body.[154] Mansur ibn Ilyas drew comprehensive diagrams of the body's structural, nervous and circulatory systems.[3]



sumber dari: wikipedia.unicefuganda.org

use of drugs in the treatment




Anti-Retroviral AIDS Drugs


What is Taught: The discovery of the scientific use of drugs in the treatment of specific diseases was made by Paracelsus, the Swiss-born physician, during the 16th century. He is also credited with being the first to use practical experience as a determining factor in the treatment of patients rather than relying exclusively on the works of the ancients.


What Should be Taught: Ar-Razi, Ibn Sina, al-Kindi, Ibn Rushd, az -Zahrawi, Ibn Zuhr, Ibn Baytar, Ibn al- Jazzar, Ibn Juljul, Ibn al-Quff, Ibn an-Nafs, al-Biruni, Ibn Sahl and hundreds of other Muslim physicians mastered the science of drug therapy for the treatment of specific symptoms and diseases. In fact, this concept was entirely their invention. The word ‘drug' is derived from Arabic. Their use of practical experience and careful observation was extensive. Muslim physicians were the first to criticize ancient medical theories and practices. Ar-Razi devoted an entire book as a critique of Galen's anatomy. The works of Paracelsus are insignificant compared to the vast volumes of medical writings and original findings accomplished by the medical giants of Islam.



sumber dari: islamicbulletin.org

Tuesday, 29 October 2013

Biologists, neuroscientists, and psychologists






sumber dari: kufarooq95.wordpress.com

Monday, 28 October 2013

Anatomi dan Fisiologi



Dalam anatomi dan fisiologi, doktor pertama yang menyabari teori humorisme Galen' adalah Muhammad ibn Zakarīya Rāzi (Rhazes) dalam Doubts berkaitan Galen pada abad ke-10. Dia mengkritik teori Galen bahawa badan memiliki empat "humor" (bahan cecair) yang berlainan, yang seimbangnya adalah kunci pada kesihatan dan sebuah tubuh yang mempunyai badan yang berdarjah biasa. Razi adalah yang pertama untuk membuktikan teori ini salah dengan menggunakan sebuah eksperimen. Dia menjalankan suatu eksperimen yang mana akan merosakkan sistem ini dengan memasuki suatu cecair dengan berlainan darjah ke dalam badan menyebabkan suatu ketambahan atau kekurangan panas badan, yang mewakili darjah pada cecair yang khusus itu. Razi menyatakan bahawa suatu minuman panas akan memanaskan badan ke suatu darjah yang lebih tinggi daripada darjah asalnya, oleh itu minuman akan trigger jawapan dari badan, daripada mengirimkan kepanasan atau kesejukan sendirinya pada itu. Garisan kritikan ini adalah refutasi bereksperimen berkefahaman yang pertama pada teori Galen pada humor dan teori elemen klasik empat Aristotle pada mana ia telah dilatarkan. Eksperimen kimia Razi sendiri bercadangkan kualiti-kualiti ciri, seperti "keminyakan" dan "kesulfuran", atau inflammability dan salinity, yang tidak diadakan penjelasan oleh bahagian elemen tradisional api, air, tanah dan udara.[40]

Anatomi dan fisiologi bereksperimen

Dari: Mansur ibn Ilyas: Tashrīḥ-i badan-i insān. تشريح بدن انسان. Manuskrip, ca. 1450, U.S. National Library of Medicine.

Sumbangan Ibnu Sina dalam bidang fisiologi termasuk pengenalan kepada ujikaji kuantitif dan bersistematik kedalam bidang fisiologi dalam Qanun Perubatan (c. 1020).[25] Sumbangan Ibn al-Haytham (Alhacen) dalam bidang fisiologi (physiology) dan anatomi termasuk penjelasannya yang betul mengenai proses penglihatan dan persepsi penglihatan bagi kali pertama dalam Buku Optik, diterbitkan pada 1021.[35]

Ciptaan lain yang diperkenalkan oleh pakar perubatan Muslim dalam bidang phisiologi pada masa ini adalah penggunaan ujian pada haiwan[35] dan bedah siasat manusia.[46]

Suymbangan Avicenna pada fisiologi termasuk pengenalan eksperimentasi dan kauntifikasi bersistem ke dalam kajian fisiologi dalam Qanun Perubatan (c. 1020).[25] Sumabangan Ibn al-Haytham (Alhacen) pada anatomi dan fisiologi termasuk penjelasan benar pada proses kelihatan dan tangkapan visual untuk kali pertama dalam Buku Optik, diterbitkan pada 1021.[35] Inovasi lain diperkenalkan oleh doktor Islam pada bidang fisiologi pada masa itu termasuk kegunaan pengujian haiwan[35] dan pembelahan manusia.[46]
Ibn Zuhr (Avenzoar) (1091-1161) adalah salah seorang doktor awal yang telah menjalankan pembelahan manusia dan autopsi postmortem. Dia membukti bahawa scabies penyakit kulit telah disebabkan oleh seekor parasit, suatu penemuan yang merosakkan teori humorisme disokong oleh Hippocrates and Galen. Pengalihan parasit dari badan pesakit tidak termasuk pencaharan, perdarahan, atau apa-apa rawatan tradisional lain berkaitan dengan empat humor.[43]

Pada abad ke-12, doktor kepada Saladin, al-Shayzari[46] dan Ibn Jumay, juga adalah di kalangan yang terawal untuk menyertai pembelahan manusia, dan mereka melakukan rayuan eksplisit untuk doktor lain untuk melakukannya juga. Sewaktu musim kemarau di Mesir pada 1200, Abd-el-latif memerhatikan dan memeriksa sebilangan besar rangka, dan dia mendapati bahawa Galen tidak benar mengenai pembentukan tulang pada bahagian bawah rahang dan sacrum.[48]

Halaman pembukaan suatu karya oleh Ibn al-Nafis, bapa fisiologi kejalanan darah. Ini mungkin adalah suatu salinan yang dibuatkan di India sewaktu abad ke-17 dan ke-18.

Fisiologi dan anatomi kitaran darat

Ibn al-Nafis, bapa fisiologi kardiovaskular,[51] adalah salah seorang lagi penyokong awal bagi pembelahan manusia.[49] Pada 1242, dia adalah yang pertama untuk menjelaskan kitaran pulmonari,[52] coronary circulation,[53] dan capillary circulation,[54] yang membentuk asasnya sistem kardiovaskular, yang mana dia dianggap salah seorang ahli fisiologi yang terhebat dalam sejarah.[55] Penjelasan orang Eropah yang pertama mengenai pulmonari kardiovaskular muncul hanya beberapa abad kemudian, oleh Michael Servetus pada 1553 dan William Harvey pada 1628. Ibn al-Nafis juga menjelaskan konsep terawal pada metabolisme,[56] dan mengembangkan sistem Nafisian pada anatomi, fisiologi, dan psikologi yang baru untuk menggantikan doktrin Avicenna dan Galen, sementara mengutuk banyak kesilapan teori mereka mengeai empat humor, pulsasi,[57] tulang, otot, usus kecil, organ deria, hempedu canals, esofagus, perut, dan anatomi hampir setiap bahagian lain pada badan manusia.[49]

Doktor Arab Ibn al-Lubudi (1210-1267), juga berasal dari Damsyik, menulis Pengumpulan perbincangan berkaitan dengan lima puluh soalan berpsikologi dan perubatan, yang mana dia menolak teori empat humor yang disokong oleh Galen dan Hippocrates, menemukan bahawa badan dan pengekalannya terpulang secara eksklusifnya pada darah, menolak gagasan Galen bahawa wanita dapat menghasilkan sperma, dan menemukan bahawa gerakan arteri tidak tergantung pada gerakan jantung, bahawa jantung adalah organ pertama untuk membentuk dalam sebuah badan fetus (daripada otak seperti yang didakwa oleh Hippocrates), dan bahawa tulang yang membentuk tengkorak dapat bertumbuh ke dalam tumor. Dia juga memberi nasihat bahawa bagi kejadian demam yang lampau, seorang pesakit seharusnya tidak dikeluarkan dari hospital.[58]

Pada abad ke-15, Tashrih al-badan (Anatomi badan) ditulis oleh Mansur ibn Ilyas mengandungi tatarajah komprehensif pada struktur badan, saraf dan sistem kardiovaskular.[59]

Pulsologi dan sfigmologi

Doktor Islam adalah perintis pada pulsologi dan sfigmologi. Pada zaman silam, Galen dan juga doktor Cina secara silap mempercayai bahawa adanya jenis unik pada pulse pada setiap organ badan dan setiap penyakit.[60] Galen juga secara silap mempercayai bahawa "setiap bahagian arteri berdenyut serentak" dan mosi denyutan adalah oleh kerana mosi asli (arteri mengembang dan mengecut secara asli) ditentangkan dengan mosi paksaan (jantung menyebabkan arteri untuk sama ada mengembang atau mengecut).[61] Penjelasan betul pertama pada kedenyutan diberikan oleh ahli fizik Muslim.
Avicenna adalah seorang perintis sfigmologi selepas dia menghaluskan teori Galen pada pulse dan menemukan pada yang berikut dalam Qanun Perubatan:[60]
"Setiap denyutan pulse terdiri dari dua gerakan dan dua hentian. Oleh itu, perkembangan : hentian : kontraksi : hentian. [...] Pulse adalah suatu gerakan dalam jantung dan arteri ... yang mengambil bentuk perkembangan dan kontraksi alternatif."
Avicenna juga merintiskan pencapaian moden pada memeriksaan kedenyutan melalui pemeriksaan pergelangan tangan, yang masih diamalkan dalam zaman moden. Alasannya untuk memilih pergelangan tangan sebagai tempat unggul ada oleh kerana ia secara mudah diadakan dan pesakit tidak perlu merasa tertekan pada pendedahan tubuhnya. Terjemahan bahasa Latin pada Qanun kepunyaannya juga meletakkan asas untuk reka cipa lain pada sfigmograf.[62]

Ibn al-Nafis, dalam Pengulasan pada Anatomi dalam Qanun Avicenna kepunyaanya, menolak keseluruhannya teori Galen pada kedenyutan selepas penemuannya pada peredaran paru-paru. Dia mengembangkan teori Nafis tersendirinya pada kedenyutan slepas menemukan bahawa kedenyutan adalah akibatnya mosi asli dan paksaan, dan bahawa "mosi paksaan seharusnya mengecutkan arteri disebabkan oleh pengembangan heart, dan mosi asli seharusnya dijadikan pengembangan arteri." Dia juga menyatakan bahawa "arteri dan jantung tidak mengembang dan mengecut pada waktu yang sama, tetapi daripada itu yang mengecut ketika yang satu lagi mengembang" dan sebaliknya. Dia juga mengakui bahawa tujuan denyut adalah untuk menolong disperse menyuraikan darah dari jantung ke bahagian lain badan. Ibn al-Nafis secara ringkas meringkaskan teori barunya pada denyutan:[63]
"Tujuan asas pengembangan dan pengecutan jantung adalah menyerapkan udara sejuk dan membuangkan pembaziran roh dan udara panas; meskipun, ventrikel jantung adalah lebar. Tambahan, apabila ia mengambang ia tidak mungkin untuknya untuk menyerap udara sehingga ia penuh, oleh kerana itu akan merosakkan temperament roh, bahannya dan texture, dan juga temperament jantung. Oleh itu, jantungnya diperlukan dipaksa untuk menyelesaikan isinya dengan menyerapkan roh."

sumber dari: ms.wikipedia.org

eksperimen berkawal dan pemerhatian




Facebook Experiment


Pada abad ke-10, Razi (Rhazes) memperkenalkan eksperimen berkawal dan pemerhatian klinik ke dalam bidang ubat, dan menolak pelbagai teori-teori Galen yang belum diverified oleh eksperimentasi.[38] Eksperimen terawal perubatan dijalankan oleh Razi supaya dapat mencari tempat yang terbersih untuk membina sebuah hospital. Dia menggantung berketulan daging di tempat-tempat sepanjang Baghdad abad ke-10 dan memerhatikan di mana daging mereput secara kurang cepat, dan di mana dia membina hospital. Dalam Buku Ubat Komprehensifnya, Razi merakam kes-kes klinik pada pengalaman dan memberikan rakaman yang sangat berguna pada pelbagai penyakit. Dalam Was-was pada Galennya, Razi juga adalah orang yang pertama untuk membukti bahawa teori Galen pada humorisme dan teori Aristotle pada elemen klasikal salah dengan menggunakan eksperimentasi.[40] Dia juga memperkenalkan urinalysis dan stool tests.[41]

Avicenna (Ibn Sina) dianggapkan bapa perubatan moden,[24] dengan pengenalan eksperimentasi teratur dan kuantifikasi ke dalam kajian fisiologi,[25] pengenalan ubat bereksperimen,[26] percubaan klinik,[27] analisis fakta risko, dan gagasan suatu sindrom dalam diagnosis pada penyakit yang terutama,[33] dalam ensiklopedia perubatannya, Kanun Perubatan (c. 1025), yang juga adalah buku pertama yang menguruskan dengan ubat berasas-bukti, pembicaraan kawalan random,[28][29] dan ujian-ujian efficacy.[30][31]

Menurut Toby Huff dan A. C. Crombie, Kanonnya mengandungi "suatu peraturan yang memuatkan keadaaan untuk kegunaan eksperimen dan uji ubat" yang adalah "suatu panduan tepat untuk eksperimentasi praktikal" dalam proses "penemuan dan membuktikan kekesanan bahan ubat."[38] Emfasis Avicenna pada perubatan kajian memberikan foundations untuk suatu pencapaian bereksperimen pada farmakologi.[42] Qanun meletakkan peraturan dan prinsip-prinsip untuk mengujikan kekesanan ubat dan rawatan baru, yang masih membentukkan asas farmakologi klinik[32] dan percubaan klinik moden:[27]
  1. "Ubat harus bebas dari mana-mana kualiti extraneous accidental."
  2. "Ia seharusnya digunakan pada suatu penyakit yang mudah, bukan yang dahsyat."
  3. "Ubat seharusnya diujikan dengan dua jenis yang bertentangan, kerana kadang-kadang suatu perubatan merawat suatu penyakit oleh kualiti pentingnya dan satu lagi dengan accidental ones."
  4. "Kualiti ubat seharusnya berkorespon dengan kekuatan penyakit. Contohnya, ada sesetengah ubat yang kurang daripada kesejukan sesetengah penyakit, supaya mereka tidak akan mempunyai kesan pada mereka."
  5. "Waktu tindakan harus diperhatikan, supaya inti dan secara kebetulan tidak dikelirukan."
  6. "Kesan ubat harus dilihat bermuncul secara konstan atau pada banyak kejadian, jika ini tidak berlaku, ia adalah suatu kesan secara kebetulan."
  7. "Eksperimentasi seharusnya dilakukan dengan badan manusia, untuk menguji suatu ubat pada seekor singa atau seekor kuda tidak akan membuktikan apa-apa pada kesannya pada lelaki."
Salah satu doktor-doktor digelar telah melakukan pembedahan dan autopsi postmortem pada eksperimen perubatan adalah Ibn Zuhr (Avenzoar),[43] yang memperkenalkan kaedah eksperimen pada perbedahan,[44] untuk yang mana dia dianggap bapa pembedahan bereksperimen.[45] Aada sebilangan pengamal awal lain pada pembedahan manusia dan autopsi pada waktu itu,[46] termasuk Ibn Tufail,[47] doktor-doktor kepada Saladin al-Shayzari[46] dan Ibn Jumay, Abd-el-latif,[48] dan Ibn al-Nafis.[49]

Kaedah bereksperimen telah diperkenalkan pada botani, materia medica dan sains pertanian pada abad ke-13 oleh ahli botani Andalus-Arab Abu al-Abbas al-Nabati, guru pada Ibn al-Baitar. Al-Nabati memperkenalkan teknik-teknik empirical pada pengujiannya, penjelasan dan pengenalan beberapa materia medica, dan dia mengasingkan laporan tidak diverify dari yang disokong oleh pengujian dan pemerhatian sebenarnya.[38]


sumber dari: ms.wikipedia.org