Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya, Katakanlah (Muhammad),
‘Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)
(Al-Kahfi:109).

Wednesday 31 July 2013

ziarah ke Madinah Al Munawarah






Semoga barokah Allah swt atas ummat Islam yang ziarah ke Madinah Al Munawarah,

Bila seseorang telah melihat tembok-tembok Madinah akan selalu teringat bahwa ia adalah negeri yang dipilih Allah swt untuk Nabi-Nya saw, tempat hijrahnya, kampung yang menjadi tempat menerima berbagai ajaran Allah swt, wilayah yang menjadi tempat melakukan jihad melawan para musuh dan memenangkan agamanya hingga Allah memanggilnya. Di sampingnya ada kuburan dua orang pendukung setia, Abu Bakar dan Umar ra.

Ziarah di tempat mulia itu maka akan terbayang jejak-jejak langkah Rasulullah saw di saat menjalani kehidupannya dengan langkahnya di lorong-lorongnya, dijalaninya amanah nubuwah dengan penuh ma’rifat kepadaNya. Di sana beliau menyampaikan pesan-pesan risalah Ilahiyah melalui sabda-sabdanya, dan berbindong-bondonglah manusia menyambutnya dengan susah payah maupun dengan mudah. Mereka takjub dengan melihat wajah beliau sang pendatang, kehadirannya bagaikan munculnya bulan purnama bagi mereka, dan diungkapkannya dengan thala’al-badru ‘alaina min tsaniatil-wada’ wajabat syukru ‘alaina ma da’a liLLahi da’

Melihat dan menginjakkan kaki di pelataran Masjid Nabawi, pastilah teringat bahwa itulah pelataran yang dipilih Allah swt untuk Nabi-Nya dan kaum Muslimin yang pertama. Di sanalah kewajiban-kewajiban Allah pertama kali ditegakkan. Tempat yang merupakan titik tolak perubahan peradaban dunia. Allah swt telah memilih hamba yang paling utama untuk menempati tempat yang telah dipilih-Nya pula: Madinah. Sungguh tempat itu merupakan tempat paling mudah untuk menghadirkan kekhusyukan hati setiap Mu’min.
Mukmin yang ziarah ke Madinah, telah meninggalkan segala beban berat di tanah kelahirannya yang jauh, seolah dirinya hijrah menuju harapan besar akan rahmat Allah swt. Seakan sebagaimana keletihan dan kepayahan as-sabiqunal awwalun (generasi awal Islam) yang terobati dengan wilayah baru yang menjanjikan masa depan dunia dan akhiratnya, dan mereka menjalaninya dengan proses: Hijrah.

Ziarah ke Madinah berarti pula menziarahi Rasulullah saw. Orang-orang mukmin berdiri di hadapan makam beliau, baik jarak dekat maupun jauh -tanpa perlu mengusap dan mencium kuburannya- namun dengan menghadirkan hati, seolah sedang meziarahinya tatkala beliau masih hidup. Di sana seorang Mukmin menghadirkan keagungan derajat beliau di hatinya, serta menyampaikan salam.

Sesungguhnya Allah telah mewakilkan malaikat di kuburnya (kubur Nabi saw) untuk menyampaikan kepadanya (kepada Nabi saw) salam orang yang mengucapkan salam dari ummatnya”. [1]

Begitulah penerimaan kebaikan atas kerinduan ummat Islam kepada beliau yang telah sengaja bersusah payah meninggalkan negerinya untuk bersua dengan beliau walau hanya dengan ziarah ke makam beliau. Ada pun bagi umat Islam yang belum berkesempatan mengunjungi beliau, cukuplah dengan shalawat kepadanya. Sebagaimana firmanNya:

Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”.
(Al Ahzab: 56)

Barangsiapa membaca shalawat kepadaku sekali maka Allah membalasnya sepuluh kali”.
(HR Muslim)

Ziarah ke Madinah, saat mendatangi mimbar Rasulullah saw, terbayang tatkala beliau menaikinya, tampil dengan kharismatik dikelilingi para sahabat dari Muhajirin maupun Anshar, mendengarkan khutbah beliau dengan khusyuknya serta diliputi ketaatan yang dalam kepada Allah dan Rasul-Nya. Di tempat itu sungguh layak seorang Mukmin memohon kepada Allah agar tidak memisahkan dirinya dengan Rasulullah saw pada hari kiamat.

Akhirnya, berbahagialah umat Islam yang telah menunaikan rangkaian ibadah hajinya dengan ziarah ke Madinah. Mereka akan ke Tanah Air dan kembali dengan “dunia”nya yang telah ditinggalkan. Di antara mereka ada yang hatinya cemas karena  tidak tahu apakah ibadah hajinya mabrur ataukah tidak.  Mereka akan diuji lagi apakah selanjutnya akan lebih dekat dengan dunia ataukah dengan Tuhannya. Di Tanah Suci mereka telah mengenyahkan iblis dan melemparinya dengan jumrah. Adapun salah satu tanda hajinya mabrur adalah bahwa mereka akan terjaga alias tidak akan memanggil kembali setan tersebut di Tanah Airnya, sebab mereka telah mensucikan jiwanya di Tanah Suci.

Demikianlah Mekah-Madinah, dua kota suci yang tak akan terpisahkan, karena merupakan kemestian/amalan/ wazhifah hati dalam berbagai amalan ibadah haji.

Ahlan wa sahlan, ayyuhal-hujjaaj..


sumber dari: nurahmad007.wordpress.com

No comments:

Post a Comment