Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya, Katakanlah (Muhammad),
‘Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)
(Al-Kahfi:109).

Wednesday 21 November 2012

pendirian Imam Hanafi terhadap jawatan yang ditawarkan






Suatu hari Imam Abu Hanifah mendapat panggilan dari baginda Al-Mansur di Baghdad, supaya ia datang mengadap ke istana. Sesampainya ia di istana Baghdad ia ditetapkan oleh baginda menjadi kadi (hakim) kerajaan Baghdad. Dengan tawaran tersebut, salah seorang pegawai negara bertanya: “Adakah guru tetap akan menolak kedudukan baik itu?” Dijawab oleh Imam Abu HanifahAmirul mu'minin lebih kuat membayar kifarat sumpahnya daripada saya membayar sumpah saya.”

Karena ia masih tetap menolak, maka diperintahkan kepada pengawal untuk menangkapnya, kemudian dimasukkan ke dalam penjara di Baghdad. Pada saat itu para ulama yang terkemuka di Kufah ada tiga orang. Salah satu di antaranya ialah Imam Ibnu Abi Laila. Ulama ini sejak pemerintahan Abu Abbas as Saffah telah menjadi mufti kerajaan untuk kota Kufah. Karena sikap Imam Abu Hanifah itu, Imam Abi Laila pun dilarang memberi fatwa.

Pada suatu hari Imam Abu Hanifah dikeluarkan dari penjara karena mendapat panggilan dari Al-Mansur, tetapi ia tetap menolak. Baginda bertanya, “Apakah engkau telah suka dalam keadaan seperti ini?”

Dijawab oleh Imam Abu Hanifah: “Wahai Amirul Mu'minin semoga Allah memperbaiki Amirul Mu'minin.
Wahai Amirul Mu'minin, takutlah kepada Allah, janganlah bersekutu
dalam kepercayaan dengan orang yang tidak takut kepada Allah. Demi Allah saya bukanlah orang yang boleh dipercayai di waktu tenang, maka bagaimana saya akan dipercayai di waktu marah, sungguh saya tidak sepatutnya diberi jawatan itu.”

Baginda berkata lagi: “Kamu berdusta, kamu patut dan sesuai memegang jawatan itu.” Dijawab oleh Imam Abu Hanifah: “Amirul Mu'minin, sungguh baginda telah menetapkan sendiri, jika saya benar, saya telah menyatakan bahwa saya tidak patut memegang jawatan itu. Jika saya berdusta, maka bagaimana baginda akan mengangkat seorang maulana yang dipandang rendah oleh bangsa Arab. Bangsa Arab tidak akan rela diadili seorang golongan hakim seperti saya.”

Pernah juga terjadi, baginda Abu Jaffar Al-Mansur memanggil tiga orang ulama besar ke istananya, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Sufyan ats Tauri dan Imam Syarik an Nakhaei. Setelah mereka hadir di istana, maka ketiganya ditetapkan untuk menduduki pangkat yang cukup tinggi dalam kenegaraan, masing-masing diberi surat pelantikan tersebut.

Imam Sufyan ats Tauri diangkat menjadi kadi di Kota Basrah, lmam Syarik diangkat menjadi kadi di ibu kota. Adapun Imam Abu Hanifah tidak mau menerima pengangkatan itu di manapun ia diletakkan. Pengangkatan itu disertai dengan ancaman bahwa siapa saja yang tidak mau menerima jawatan itu akan didera sebanyak l00 kali deraan.

Imam Syarik menerima jawatan itu, tetapi Imam Sufyan tidak mau menerimanya, kemudian ia melarikan diri ke Yaman. Imam Abu Hanifah juga tidak mau menerimanya dan tidak pula berusaha melarikan diri.

Oleh sebab itu Imam Abu Hanifah dimasukkan kembali ke dalam penjara dan dijatuhi hukuman sebanyak 100 kali dera. Setiap pagi dipukul dengan cambuk sementara dileher beliau dikalung dengan rantai besi yang berat.

Suatu kali Imam Abu Hanifah dipanggil baginda untuk menghadapnya. Setelah tiba di depan baginda, lalu diberinya segelas air yang berisi racun. Ia dipaksa meminumnya. Setelah diminum air yang beracun itu Imam Abu Hanifah kembali dimasukkan ke dalam penjara. Imam Abu Hanifah wafat dalam keadaan menderita di penjara ketika itu ia berusia 70 tahun.

Imam Abu Hanifah menolak semua tawaran yang diberikan oleh kerajaan daulah Umaiyyah dan Abbasiyah adalah karena beliau tidak sesuai dengan corak pemerintahan yang mereka kendalikan. Oleh sebab itu mereka berusaha mengajak Imam Hanifah untuk bekerjasama mengikut gerak langkah mereka, dan akhirnya mereka siksa hingga meninggal, karena Imam Abu Hanifah menolak semua tawaran yang mereka berikan.

Sepanjang
riwayat hidupnya, beliau tidak dikenal dalam mengarang kitab.
Tetapi madzab beliau Imam Abu Hanifah atau madzab Imam Abu Hanifah disebar luaskan oleh murid-murid beliau. Demikian juga fatwa-fatwa beliau dituliskan dalam kitab-kitab fiqih oleh para murid dan pengikut beliau sehingga madzab Imam Abu Hanifah menjadi terkenal dan sampai saat ini dikenal sebagai salah satu madzab yang empat. Di antara murid beliau yang terkenal adalah Muhammad bin Al-Hassan Al-Shaibani, yang merupakan guru dari Imam Syafi’i.


sumber dari: thoriqo.blogspot.com

No comments:

Post a Comment