Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya, Katakanlah (Muhammad),
‘Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)
(Al-Kahfi:109).

Monday 30 September 2013

SMP Ibnu Rusyd







sumber dari: smpibnurusyd12.blogspot.com

Mabadi’ al-Falsafah






Antara karya besar yang pernah dihasilkan oleh Ibnu Rusyd termasuklah Mabadi’ al-Falsafah (Pengantar Ilmu Falsafah), Kasyful Adillah, yang mengungkap persoalan falsafah dan agama, Tahafatul Tahafut, ulasannya terhadap buku Imam al-Ghazali yang berjudul Tahafatul Falisifah, dan Muwafaqatil Hikmah Wal Syari’a yang menyentuh persamaan antara falsafah dengan agama.

Hasil pemikiran yang dimuatkan dalam tulisannya, terutamanya dalam bidang falsafah, telah mempengaruhi ahli falsafah Barat. Dua orang ahli falsafah Eropah, iaitu Voltaire dan Rousseau dikatakan bukan sekadar terpengaruh dengan falsafah Ibnu Rusyd, tetapi memperolehi ilham daripada pembacaan karyanya.

Pemikiran Voltaire dan Rousseau telah mencetuskan era Renaissance di Perancis sehingga merubah wajah Eropah keseluruhannya sebagaimana yang ada pada hari ini. Masyarakat Barat sebenarnya terhutang budi kepada Ibnu Rusyd kerana pemikirannya, sama ada secara langsung ataupun tidak langsung yang telah mencetuskan revolusi di benua Eropah.


sumber dari: pengajianislam.pressbooks.com

Bidayatul Mujtahid Juzuk 1,2 & 3




Bidayatul Mujtahid Juzuk 1,2 & 3



sumber dari: sinarminda.com

Inspirasi kepada kebangkitan Eropah




Image


Di akhir-akhir zaman kegelapan Eropah, boleh dikatakan punca kepada kebangkitan para intelektual Eropah adalah akibat daripada kejayaan mereka menterjemahkan karya-karya & nukilan ilmuan-ilmuan Islam untuk dijadikan sebagai sumber rujukan utama.

Karya-karya ilmiah berbahasa Arab diterjemah semula ke dalam bahasa Latin yang sewaktu itu pusat rujukan terdekat daripada tamadun Islam terletak di Cordova Sepanyol.Antara penterjemah Eropah yang terkenal sewaktu itu termasuk Adelard of Bath yang menterjemahkan buku-buku nukilan Al-Khawarizme dalam bidang matematik, Gerard of Cremona yang telah menterjemah hampir 92 buku-buku arab dan yang paling cemerlang adalah Gundissalines di mana beliau berjaya menterjemahkan beberapa bab dari kitab al-Syifa’ oleh Ibnu Sina, buku Ihsa al-ulum oleh al-Farabi, Risalat al-aqli Wa al-Ma’qul oleh al-Kindi, Maqasid al-Falsafah oleh al-Ghazali, dan yang terpenting, penterjemahan kitab nukilan Ibnu Rusyd yang membicarakan tentang hak asasi dan pemikiran tajdid sehinggakan lahirnya kelompok-kelompok baru di Eropah ketika itu seperti kumpulan pemikir bebas bukan profesional (a large body of improfessional free-thinkers) yang menafikan keabadian (immortality).Ini sekaligus telah mencetuskan penentangan dan kemurkaan daripada pihak gereja ekoran lahirnya falsafah-falsafah dan pemikiran baru yang menafikan penguasaan fahaman ortodoks gereja.

Kaum wanita pula yang tertekan oleh pelbagai diskriminasi telah mendapat ilham dan semangat baru apabila membaca buku-buku Ibnu Rusyd mengenai wanita dan hak-hak mereka. Kesedaran ini telah menimbulkan gerakan feminisme dan ia dipelopori oleh Dubois di Perancis dan Ockham di England iaitu kira-kira dua abad selepas kematian Ibnu Rusyd.

Menurut para pengkaji pengaruh Ibnu Rusyd setidak-tidaknya terus berpengaruh selama empat abad di Eropah.Banyak lagi cerita yang ingin penulis nukilkan di sini.Cukuplah sekadar bahawa bangsa Eropah bukan sahaja hebat dalam menterjemahkan karya-karya ilmu dari peradaban Islam, tetapi juga mereka berjaya menterjemahkannya dan melaksanakan ilmu itu dengan baik sekali sehingga ke hari ini. Penubuhan institusi-institusi ilmu seperti  Universiti Neples, Bologna, Paris, Oxford, dan Koln, akhirnya Eropah berjaya melepasi zaman gelap, menuju ke zaman Renaissance (Kebangkitan). Ilmu-ilmu dari dunia Islam telah membawa kejayaan kepada bangsa Eropah.


sumber dari: gerakanmahasiswapantaitimur.wordpress.com

dokter serba bisa




ibnu rusyd


sumber dari: shabiraika.wordpress.com

Filosof Muslim dari Andalusia




IMG01104-20130801-1748


Ibnu Rusyd, Filosof Muslim dari Andalusia, Kehidupan, Karya dan Pemikirannya
(Ibnu Rusyd Al Andalusy, Failasuf Al Arabai wal Muslimun)
Kamil Muhammad Muhammad ‘Uwaidah
Penerj. Aminullah El Hady
Riora Cipta, 2001
182 Halaman
Rp. 32.000







sumber dari: inibukubudi.wordpress.com

Bidayatul Mujtahid’




Tulisan Awet Muda_Ibnu Rusyd


Kenalkah kita dengan tokoh cendekia Ibnu Rusyd? Atau di Eropa terkenal dengan nama Averrous. Dia lah yang menulis kitab berjudul ‘Bidayatul Mujtahid’. Isinya tentang kajian hukum Islam dari berbagai aliran pemikiran dan mazhab.

Ibnu Rusyd adalah seorang laki-laki yang ajaib, salah satu orang paling jenius yang pernah lahir di peradaban Muslim. Dia lahir di Cordoba, Spanyol, pada tahun 1126 dan meninggal tahun 1198 di Marrakesh, Maroko.
Dia adalah seorang Polymath, yaitu orang cerdas yang mampu menguasai beragam ilmu sekaligus. Contoh seorang polymath lain seperti Leonardo da Vinci. Ibnu Rusyd ini menguasai ilmu filsafat Aristoteles, ilmu fikih dan tauhid, ilmu hukum, logika, psikologi, politik, teori musik, ilmu kedokteran, astronomi, geografi, matematika, fisika, mekanik, dan lainnya. Namanya pun harum di kalangan orang terdidik di Eropa, sehingga aliran filsafatnya dikenal dengan Averroism. Nah, nama Ibnu Rusyd ini pun terus langgeng sampai sekarang, antara lain karena di meninggalkan banyak karya tulis yang terus dibaca orang sampai hari ini.

Ketika dia meninggal di Maroko pada umur 72 tahun, yang dikuburkan hanya jasad dan kafannya saja. Sementara semua tulisannya tetap hidup, tetap mengirim kebaikan dan manfaat kepadanya sampai sekarang, hampir 800 tahun kemudian.

Pada hakikatnya, dia tetap awet muda dengan segala tulisan dan bukunya serta karya-karyanya, walau pada kenyataannya jasad dia sudah dileburi Bumi.

Di Cordoba, Spanyol, ada patung seseorang yang memegang buku. Patung itu menjadi objek foto banyak turis yang datang ke sana. Itulah patung Ibnu Rusyd, yang didirikan di tanah kelahirannya untuk menghormati sumbangsihnya yang begitu banyak kepada dunia.


sumber dari: http://arifadjisoko.wordpress.com

tidak menolak prinsi penciptaan (creation)






Doktrin utama filsafat Ibn Rusyd yang membuatnya dicap sebagai murtad berkaitan dengan keabadian dunia, sifat pengetahuan Tuhan dan kekekalan jiwa manusia dan kebangkitannya.[4] Membaca sekilas tentang Ibn Rusyd memang bisa memberi kesan bahwa dia murtad dalam hubungannya dengan masalah-masalah tersebut, tapi penelaahan yang serius akan membuat orang sadar bahwa dia sama sekali tidak menolak ajaran Islam. Dia hanya menginterpretasikannya dan menjelaskannya dengan caranya sehingga bisa sesuai dengan filsafat.

Terhadap doktrin keabadian dunia, dia tidak menolak prinsi penciptaan (creation), tapi hanya menawarkan satu penjelasan yang berbeda dari penjelasan para teolog. Ibn Rusyd memang mengakui bahwa dunia itu abadi, tapi pada saat yang sama membuat pembedaan yang sangat penting antara keabadian Tuhan dengan keabadian dunia. Ada dua macam keabadian: keabadian dengan sebab dan keabadian tanpa sebab. Dunia bersifat abadi karena adanya satu agen kreatif yang membuatnya abadi. Sementara, Tuhan abadi tanpa sebab. Lebih dulunya Tuhan atas manusia tidak terkait dengan waktu. Keberadaan Tuhan tidak ada kaitannya dengan waktu karena Dia ada dalam keabadian yang tak bisa dihitung dengan skala waktu. Lebih dulunya Tuhan atas dunia ada dalam keberadaan-Nya sebagai sebab yang darinya muncul semua keabadian.[5]

Bagi Ibn Rusyd, tidak ada creatio ex nihilio, tapi penciptaan adalah proses perubahan dari waktu ke waktu. Menurut pandangan ini, kekuatan kreatif terus-menerus bekerja dalam dunia, menggerakannya dan menjaganya. Adalah mudah untuk menyatukan pandangan ini dengan konsep evolusi.

Penting juga untuk dinyatakan di sini tentang sanggahan al-Ghazali tentang hukum kausalitas. Al-Ghazali tidak menerima hukum kausalitas dengan dua alasan utama. Pertama, hukum kausalitas bertentangan dengan kekuasaan mutlak Tuhan atas dunia. Korelasi yang dinyatakan sebagai hukum sebab-akibat tidak ditopang oleh pengalaman dan logika. Pengalaman indra hanya memberi pengetahuan tentang rentetan kejadian dan tidak ada alasan apapun untuk mengatakan bahwa rangkaian temporal suatu kejadian menunjukkan proses sebab-akibat.[6] Tidak ada sebab-akibat karena semuanya terjadi berdasarkan takdir Tuhan. Kalau tuhan menghendaki, maka runtutan kejadian yang selama ini dianggap sebagai sebab-akibat bisa tidak terjadi, sebagaimana dalam kejadian-kejadian luar biasa, atau yang biasa disebut dengan mukjizat.


sumber dari: media-fast.blogspot.com

ide-ide liberal dan brilian






Dalam wacana pemikiran Islam kontemporer, nama-nama seperti Umar bin Khattab, Mu‘tazilah, Najmuddin al-Tufi, Syatibi sering dicatut oleh sebagian pemikir liberal untuk diproyeksikan sebagai pioneer liberalisme dan sekularisme di dunia Islam. Proses ideologisasi turats seperti ini jelas hanya bertujuan pragmatis: mereka sekedar ingin memberitahu publik bahwa ide liberal-sekuler yang mereka kembangkan itu tidak asing dalam khazanah intelektual Islam; bahwa ide sekularisme dan liberalisme seolah-olah lahir dan berkembang dari rahim peradaban Islam.

Perlakuan ideologis seperti inilah yang kerap diterima oleh Ibn Rusyd dalam diskursus Islam saat ini. Tokoh asal Cardova ini bahkan “diposisikan”  sebagai pemikir Muslim pertama yang menanamkan serta menyebarkan benih rasionalisme, liberalisme, dan sekularisme dalam ranah pemikiran Islam. Gambaran seperti ini dapat dibaca pada karya-karya pemikir Arab-Muslim saat ini seperti ‘Atif al-‘Iraqi, Abid al-Jabiri, Nasr Hamid Abu Zayd, Arkoun dan lain-lain. Klaim mereka tersebut biasanya mereka dasarkan pada sikap kritis yang ditunjukkan oleh Ibn Rusyd pada al-Ghazali dan mutakallimun, baik Mu‘tazilah maupun Asy‘ariyyah, seperti yang dapat dibaca dari karya agungnya Tahafut al-Tahafut dan al-Kasyf ‘an Manahij al-Adillah, juga pada posisi yang ditawarkan pada Fasl al-Maqal terkait dengan hubungan Syari’at (Agama) dan Filsafat.

Mereka menyatakan, sayang ide-ide liberal dan brilian Ibn Rusyd ini hanya dinikmati oleh Barat, sementara di dunia Islam ia malah dimarginalkan. Akibatnya dunia Islam mundur, sementara berhasil maju mencapai puncak kegemilangan peradabannya. Jika Umat Islam ingin maju mengejar ketertinggalannya, maka mereka harus mengembalikan ruh (spirit) Averroeisme sebagaimana yang dilakukan oleh Barat. Karena hanya ruh inilah yang sesuai dengan semangat zaman kita saat ini. (Abid al-Jabiri, Nahnu wa al-Turath, hal. 49).  Nasr Hamid Abu Zayd juga berseru: “Kita membutuhkan Ibn Rusyd untuk memmecahkan krisis peradaban dan intelektual kita dan untuk membolehkan kita berpartisipasi membangun peradaban manusia saat ini.” (Nasr Hamid Abu Zayd, al-Khitab wa al-Ta’wil, hal. 26-27).

Demikian,  kedua pemikir itu seolah-olah “menjerit” mengharapkan pertolongan Ibn Rusyd untuk bangkit dari kubur dan menyelesaikan masalah yang dihadapi umat Islam saat ini.


sumber dari: mpiuika.wordpress.com

Ibnu Rushd dalam Fresco Raphael




Fresco School of Athens


Salah satu fresco paling terkenal di Vatican dikenali sebagai fresco The School of Athens. Ia dihasilkan oleh artis zaman Renaissance yang terkenal iaitu Raphael daripada tahun 1510 sehingga 1511. Kecantikan lukisan serta kehalusan hasil kerja Raphael begitu menakjubkan sehingga ia dianggap sebagai salah satu warisan Renaissance yang paling bernilai di Itali khususnya di Vatican City.

Keunikan lukisan The School of Athens bukan hanya terletak pada kehalusannya akan tetapi lukisan yang berada di dalam Apostolic Palace memaparkan keunikan yang jauh lebih daripada itu.
Tahukah pembaca bahawa Raphael telah melukis seorang cendikiawan Islam yang dikenali dengan nama Ibnu Rushd. Ciri utama adalah serban yang dipakainya. Serban adalah simbol pakaian orang Islam semasa abad pertengahan. Dan umum kebanyakan masyarakat Eropah mengetahui ciri ‘unik’ tersebut.
Bagi seorang tokoh perintis Renaissance seperti Raphael, ia tidak janggal kerana beberapa tokoh Renaissance yang lain sezaman dengan Raphael memuji malah ada yang memuja kehebatan idea dan falsafah yang telah dipelopori oleh Ibnu Rushd.

Ibnu Rushd. Di hadapan beliau adalah Phytagoras(menulis) dan Boethius.


sumber dari: takusahrisau.wordpress.com

Mudharabah





Mazhab Syafi’ie
Satu akad yang mengandungi didalamnya pemodal mewakilkan kepada pengusaha supaya diniagakan modalnya dengan dibahagikan keuntungan antara mereka berdua.


Ibnu Rusyd (Bidayatul Mujtahid)
Seseorang memberi seorang yang lain satu jumlah modal untuk diusahakan dengannya, lalu disepakati oleh kedua-duanya satu juzuk (bahagian) tertentu daripada keuntungan samada 1/3, ¼ atau ½ daripada keuntungan


sumber dari: weshare2gather.wordpress.com

Faclititation of Treatment




Ibn Rusyd
Ibnu Rusyd atau nama lengkapnya Abu Walid Muhammad Ibnu Ahmad lahir di Kardova pada tahun 1126. Beliau ahli falsafah yang paling agung pernah dilahirkan dalam sejarah Islam. Pengaruhnya bukan sahaja berkembang luas didunia Islam, tetapi juga di kalangan masyarakat di Eropah. Di Barat, beliau dikenal sebagai Averroes.

Keturunannya terdiri daripada golongan yang berilmu dan ternama. Bapanya dan datuknya merupakan kadi di Kardova. Oleh itu, beliau telah dihantar untuk berguru dengan Ibnu Zuhr yang kemudiannya menjadi rakan karibnya.

Ibnu Rusyd mempelajari ilmu fiqh dan perubatan daripada rakannya yang juga merupakan tokoh perubatan yang terkenal di Sepanyol, Ibnu Zuhr yang pernah bertugas di sebagai doktor istana di Andalusia.

Sebelum meninggal dunia, beliau telah menghasilkan bukunya yang terkenal Al Taysir. Buku itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan bahasa Inggeris dengan judul Faclititation of Treatment.

Selain menjalin perhubungan yang akrab dengan Ibnu Zuhr, Ibnu Rusyd juga mempunyai hubungan yang baik dengan kerajaan Islam Muwahidin. Hubungan ini telah membolehkan Ibnu Rusy dilantik sebagai hakim di Sevilla pada tahun 1169. Dua tahun kemudian, beliau dilantik menjadi hakim di Kardova.

Selepas beberapa waktu menjadi hakim, beliau dilantik sebagai doktor istana pada tahun 1182 berikutan persaraan Ibn Tufail. Ramai yang berasa cemburu dan dengki dengan kedudukan Ibnu Rusyd. Kerana desakan dan tekanan pihak tertentu yang menganggapnya sebagai mulhid, beliau dibuang ke daerah Alaisano.

Setelah selesai menjalani tempoh pembuangannya, beliau pulang semula Kardova. Kehadirannya di Kardova bukan sahaja tidak diterima, tetapi beliau telah disisihkan oleh orang ramai serta menerima pelbagai penghinaan daripada masyarakatnya.

Pada lewat penghujung usianya, kedudukan Ibnu Rusyd dipulihkan semula apabila Khalifah Al-Mansor Al-Muwahhidi menyedari kesilapan yang dilakukannya. Namun, segala kurniaan dan penghormatan yang diberikan kepadanya tidak sempat dikecapi kerana beliau menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1198.

Kematiannya merupakan kehilangan yang cukup besar kepada kerajaan dan umat Islam di Sepanyol. Beliau tidak meninggalkan sebarang harta benda melainkan ilmu dan tulisan dalam pelbagai bidang seperti falsafah, perubatan, ilmu kalam, falak, fiqh, muzik, kaji bintang, tatabahasa, dan nahu.

Antara karya besar yang pernah dihasilkan oleh Ibnu Rusyd termasuklah "Kulliyah fit-Thibb" yang mengandungi 16 jilid, mengenai perubatan secara umum,   Mabadil   Falsafah (Pengantar Ilmu Falsafah), Tafsir Urjuza yang membicarakan perubatan dan tauhid, Taslul, buku mengenai ilmu kalam, Kasyful Adillah, yang mengungkap persoalan falsafah dan agama, Tahafatul Tahafut, ulasannya terhadap buku Imam Al-Ghazali yang berjudul Tahafatul Falaisafah, dan Muwafaqatil Hikmah Wal Syari'a yang menyentuh persamaan antara falsafah dengan agama.

Siri karya tulisan tersebut menunjukkan betapa penguasaan Ibnu Rusyd dalam pelbagai bidang dan cabang ilmu begitu ketara sekali sehingga usaha untuk menterjemahkan tulisan beliau telah dilakukan ke dalam bahasa lain. Buku "Kulliyah fit-Thibb" telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada tahun 1255 oleh Bonacosa, orang Yahudi dari Padua.

Kemudian buku itu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris dengan judul General Rules of Medicine. Hasil pemikiran yang dimuatkan dalam tulisannya, terutamanya dalam bidang falsafah, telah mempengaruhi ahli falsafah Barat. Dua orang ahli falsafah Eropah, iaitu Voltaire dan Rousseau dikatakan bukan sekadar terpengaruh oleh falsafah Ibnu Rusyd, tetapi memperolehi ilham daripada pembacaan karyanya.

Pemikiran Voltaire dan Rousseau telah mencetuskan era Renaissance di Perancis sehingga merobah wajah Eropah keseluruhannya sebagaimana yang ada pada hari ini. Masyarakat Barat sebenarnya terhutang budi kepada Ibnu Rusyd keranapemikirannya, sama ada secara langsung ataupun tidak langsung, telah mencetuskan revolusi di benua Eropah.

Pemikirannya memungkinkan masyarakat di sana keluar daripada zaman kegelapan menuju era kemajuan industri yang pesat. Hospital Les Quinze-Vingt yang juga merupakan hopital pertama di Paris didirikan oleh Raja Louis IX  berdasarkan model hospital Sultan Nuruddin di Damsyik yang kaedah perubatannya merupakan hasil daripada idea dan pemikiran Ibnu Rusyd.

Ibnu Rusyd juga telah menulis sebuah buku mengenai muzik yang diberi judul "De Anima Aristoteles" (Commentary on the Aristotle's De Animo). Hasil karyanya ini membuktikan betapa  Ibnu Rusyd begitu terpengaru dan tertarik oleh ilmu logik yang dikemukakan oleh ahli falsafah Yunani, Aristotle.

Pembicaraan falsafah Ibnu Rusyd banyak tertumpu pada persoalan yang berkaitan dengan metafizik, terutamanya ketuhanan. Beliau telah mengemukakan idea yang bernas lagi jelas, dan melakukan pembaharuan semasa membuat huraianya mengenai perkara tersebut.

Pembaharuan ini dapat dilihat juga dalam bidang perubatan apabila Ibnu Rusyd memberi penekanan tentang kepentingan menjaga kesihatan. Beberapa pandangan yang dikemukakan dalam bidang perubatan juga didapati mendahului zamannya. Beliau pernah menyatakan bahawa demam campak hanya akan dialami oleh setiap orang sekali sahaja.

Kehebatannya dalam bidang perubatan tidak berlegar di sekitar perubatan umum, tetapi juga merangkum pembedahan dan fungsi organ di dalam tubuh manusia.

Ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh Ibnu Rusyd turut menjangkau bidang yang berkaitan dengan kemasyarakatan apabila beliau cuba membuat pembahagian masyarakat itu kepada dua golongan iaitu golongan elit yang terdiri daripada ahli falsafah dan masyarakat awam.

Pembahagian strata sosial ini merupakan asas pengenalan pembahagian masyarakat berdasarkan kelas seperti yang dilakukan oleh ahli falsafah terkemudian, seperti Karl Max dan mereka yang sealiran dengannya.

Apabila melihat keterampilan Ibnu Rusyd dalam pelbagai bidang ini, maka tidak syak lagi beliau merupakan tokoh ilmuwan Islam yang tiada tolok bandingannya. Malahan dalam banyak perkara, pemikiran Ibnu Rusyd jauh lebih besar dan berpengaruh jika dibandingkan dengan ahli falsafah yang pernah hidup sebelum zamannya ataupun selepas kematiannya


sumber dari: alhakelantan.tripod.com

Penciptaan Alam Semesta Menurut Al Ghazali dan Ibnu Rusyd




Alam Semesta


Al-Ghazali merupakan tokoh penentang dan penyanggah falsafa (filsafat Islam) yang paling brilian. Oliver Leaman dalam Pengantar Filsafat Islam menulis bahwa Al-Ghazali seringkali menyerang para filsuf dengan dasar argumen yang mereka pergunakan sendiri, sambil menyampaikan pendapatnya secara filosofis dengan menyatakan bahwa tesis-tesis utama mereka adalah tidak benar dilihat dari sudut-sudut dasar logika itu sendiri.

Sebagai contoh, dalam bukunya The Incoherence of the philosophers (Tahafut al-Falasifah), Al-Ghazali membentangkan dua puluh pernyataan yang ia coba buktikan kesalahannya. Tujuh belas di antaranya menimbulkan bid’ah karena dianggap menyimpang dari ajaran yang asli, yakni Alquran. Dan, tiga di antaranya benar-benar membuktikan apa yang ia ka tegorikan sebagai orang yang tidak beriman, bahkan dengan tuduhan yang lebih berat lagi.

Mengenai pandangan yang keliru dari para filsuf ini, Al-Ghazali mengungkapkan pendapatnya sebagaimana ia paparkan dalam bukunya yang berjudul Munqidh min adh-Dhalal bahwa “kekeliruan para filsuf terdapat dalam ilmu-ilmu metafisik. Karena ternyata mereka tidak dapat memberikan bukti-bukti yang pasti menurut persyaratan yang mereka perkirakan ada dalam logika. Maka, dalam banyak hal mereka berbeda pendapat dalam persoalan-persoalan metafisik. Ajaran Aristoteles tentang masalah-masalah ini, sebagaimana yang dilansir oleh Farabi dan Ibnu Sina, mendekati inti pokok ajaran filsafat Islam”.

Salah satu filsuf Muslim yang mendapat kritikan dari Al-Ghazali adalah Ibnu Rusyd. Menurut Leaman, silang pendapat antara Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd sangat menarik karena argumen-argumen yang disampaikan oleh keduanya selalu melahirkan masalah-masalah khusus yang bersifat kontroversial. Contohnya adalah perdebatan Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd tentang penciptaan alam.

Tentang penciptaan alam, Al-Ghazali mempunyai konsep yang sangat berbeda dari konsepsi yang dimiliki para filsuf Muslim. Para filsuf Muslim, termasuk Ibnu Rusyd, berpendapat bahwa alam itu azali, atau qadim, yakni tidak bermula dan tidak pernah ada. Sementara itu, Al-Ghazali berpikir sebaliknya.

Bagi Al-Ghazali, bila alam itu dikatakan qadim, mustahil dapat dibayangkan bahwa alam itu diciptakan oleh Tuhan. Jadi paham qadim-nya alam membawa kepada simpulan bahwa alam itu ada dengan sendirinya, tidak diciptakan Tuhan. Dan, ini berarti bertentangan dengan ajaran Alquran yang jelas menyatakan bahwa Tuhanlah yang menciptakan segenap alam (langit, bumi, dan segala isinya).

Bagi Al-Ghazali, alam haruslah tidak qadim dan ini berarti pada awalnya Tuhan ada, sedangkan alam tidak ada, kemudian Tuhan menciptakan alam, alam ada di samping adanya Tuhan. Sebaliknya, bagi para filsuf Muslim, paham bahwa alam itu qadim sedikit pun tidak dipahami mereka sebagai alam yang ada dengan sendirinya. Menurut mereka, alam itu qadim justru karena Tuhan menciptakannya sejak azali/qadim. Bagi mereka, mustahil Tuhan ada sendiri tanpa mencipta pada awalnya, kemudian baru menciptakan alam.

Gambaran bahwa pada awalnya Tuhan tidak mencipta, kemudian baru menciptakan alam, menurut para filsuf Muslim, menunjukkan berubahnya Tuhan. Tuhan, menurut mereka, mustahil berubah, dan oleh sebab itu mustahil pula Tuhan berubah dari pada awalnya tidak atau belum mencipta, kemudian mencipta.

Dalam rangka menangkis serangan Al-Ghazali terhadap paham qadim-nya alam, Ibnu Rusyd menegaskan bahwa paham itu tidak bertentangan dengan ajaran Alquran. Bahkan sebaliknya, pendapat para teolog yang mengatakan bahwa alam diciptakan Tuhan dari tiada, justru tidak mempunyai dasar dalam Alquran.

Menurut Ibnu Rusyd, dari ayat-ayat Alquran (QS 11: 7; QS 41: 11; dan QS 21: 30) dapat diambil simpulan bahwa alam diciptakan Tuhan bukanlah dari tiada (al-'adam), tapi dari sesuatu yang telah ada. Ia mengungkapkan hal ini dalam kitabnya Tahafut Tahafut al-Falasifah (Kehancuran bagi Orang yang Menghancurkan Filsafat). Selain itu, ia mengingatkan bahwa paham qadim-nya alam tidaklah harus membawa kepada pengertian bahwa alam itu ada dengan sendirinya atau dijadikan oleh Tuhan.

Sementara itu, menurut Sulaiman Dunya dalam pengantarnya tentang "Al-Ghazali: Biografi dan Pemikirannya", dalam Terjemahan Tahafut al-Falasifah, karya Al-Ghazali ini belum menggambarkan secara keseluruhan pemikiran Al-Ghazali. Sebab, komentar AlGhazali tentang kehancuran para filsuf ini, kata Sulaiman, sebelum ia mendapatkan pencerahan petunjuk mengenai `ketersingkapan tabir­sufistik' (al-kasyf ash-Shufiyyah). Maksudnya, secara keseluruhan AlGhazali menerima pemikiran filsafat selama pandangan itu sesuai dengan pandangan Alquran dan hadis Nabi Muhammad SAW.


sumber dari: republika.co.id

seorang hakim dan ahli perubatan






Ibn Rushd merupakan seorang jenius dalam skop ensiklopedia. Beliau menghabiskan sebahagian besar hayatnya sebagai seorang hakim dan ahli perubatan. Hingga sekarang beliau dikenali di Barat sebagai pengulas agung terhadap falsafah Aristotle yang pengaruhnya menembusi minda hatta pendeta Kristian paling konservatif semasa Zaman Pertengahan termasuklah St. Thomas Aquinas. Orang ramai pergi kepada beliau untuk rujukan dalam perubatan sebagaimana mereka merujuk beliau dalam masalah hukum dan fiqh. Abu al-Walid Muhammad ibn Rushd (dikenali di Barat sebagai Averroes) dilahirkan di Cordova, Sepanyol pada tahun 520H (1128M). Bapa dan datuk beliau merupakan hakim terkemuka. Keluarga beliau terkenal dengan kesarjanaan dan ini memberi persekitaran yang sesuai untuk cemerlang dalam pembelajaran. Beliau mempelajari hukum-hakam, perubatan, matematik dan falsafah. Beliau mempelajari falsafah dan undang-undang daripada Abu Ja’far Harun dan Ibn Bajah.


Pada usia 27 tahun, Ibn Rushd telah dijemput oleh kerajaan al-Muwahhidun di Marrakesh (di Morokko) untuk membantu mereka dalam menubuhkan institusi-institusi pendidikan Islam. Sempena pertabalan Yusuf Tashfin, beliau diperkenalkan kepada baginda oleh seorang lagi ahli falsafah Muslim iaitu Ibn Tufail untuk membantu dalam menterjemah, meringkas dan mengulas beberapa hasil kerja Aristotle (dalam tahun 1169M).

Ibn Rushd dilantik sebagai qadhi (hakim) di Seville pada usia 44 tahun. Pada tahun tersebut beliau menterjemah dan meringkaskan buku Aristotle “De Anima” (Haiwan). Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Micheal Scott. Dua tahun kemudiannya beliau dipindahkan ke Cordova, tempat kelahiran beliau yang beliau habiskan 10 tahun sebagai hakim bandar tersebut. Sepanjang 10 tahun tersebut Ibn Rushd menulis ulasan terhadap hasil kerja Aristotle termasuklah Metafizik. Beliau kemudiannya dipanggil balik ke Marrakesh untuk bekerja sebagai doktor bagi Khalifah di sana, sebelum beliau pulang kembali ke Cordova sebagai Ketua Hakim.

Ibn Rushd amat mahir dalam permasalahan aqidah dan hukum-hukum, yang melayakkan beliau untuk jawatan qadhi (hakim), tetapi beliau juga sangat berminat dengan falsafah dan logik. Jadi beliau cuba mengharmonikan falsafah dengan agama dalam banyak karya beliau. Selain lapangan pengajian ini, beliau amat berminat dengan perubatan sebagaimana pendahulu beliau, Ibn Sina. Menurut ahli falsafah Perancis bernama Renan, Ibn Rushd telah menulis 78 buah buku mengenai pelbagai subjek.

Satu pemeriksaan cermat terhadap karya-karya beliau mendedahkan bahawa Ibn Rushd merupakan seorang kuat beragama. Sebagai contoh, kita mendapati dalam tulisan beliau, “Sesiapa yang mempelajari anatomi akan meningkatkan keimanannya terhadap kekuasaan dan keesaan Tuhan yang Maha Berkuasa.” Dalam karya-karya perubatan dan falsafah beliau, kita dapat melihat betapa dalamnya keimanan dan pengetahuan beliau mengenai al-Quran dan hadith, yang selalu dipetik beliau untuk menyokong pandangan beliau dalam pelbagai masalah. 

Ibn Rushd berkata bahawa kegembiraan yang sebenar bagi manusia pastinya dapat dicapai melalui kesihatan mental dan psikologi, dan orang ramai tidak dapat menikmati kesihatan psikologi melainkan mereka mengikuti jalan yang membawa mereka kepada kegembiraan di alam akhirat, dan melainkan mereka menyakini Tuhan dan keesaan-Nya.


sumber dari: irfanirsyad.wordpress.com

penyakit neurologi




Ibnu Rushd, pengasas aliran falsafah Averroism
yang berpengaruh dalam kemunculan pemikiran sekular di Eropah


Doktor-doktor Islam dari Al-Andalus membuat sumbangan besar dalam kajian perubatan, termasuklah dalam bidang anatomi dan fisiologi. Tokoh-tokoh utama zaman ini termasuk Al-Zahrawi ('Abulcasis'), penulis Kitab Al-Tasrif ("Buku Konsesi"), suatu ensiklopedia sebesar 30 jilid, dan Ibnu Zuhr ('Avenzoar'), yang membuat kemajuan penting dalam bidang pembedahan.

Al-Zahrawi, yang dianggap bapa pembedahan moden, membangunkan bahan dan teknik pembedahan yang masih digunakan di dalam pembedahan neuro. Ibnu Zuhr memberikan gambaran tepat yang terawal penyakit neurologi, termasuk meningitis, tromboflebitis intrakranium (di dalam ruang tengkorak), dan tumor sel germa mediastinum. Beliau juga menyumbang kepada farmakologi neuro moden. Ibnu Rushd pula membayangkan kemungkinan terdapatnya penyakit Parkinson dan menyatakan bahawa retina memiliki sifat sel fotopenerima. Maimonides, seorang Yahudi, menulis tentang gangguan neuropsikiatri dan memberikan gambaran tentang penyakit rabies dan keracunan belladonna.[21]


sumber dari: ms.wikipedia.org

Friday 27 September 2013

Penemu prinsip kerja asas kamera




al haitam


Suratkhabar terkemuka di Barat, The Independent pada edisi 11 Mac 2006 telah menerbutkan sebuah artikel yang sangat menarik bertajuk ”Bagaimana Pencipta Muslim Mengubah Dunia. Salah satunya adalah pencipta kamera obscura. Kamera merupakan salah satu penemuan penting yang dicapai oleh umat manusia. Dengan flash dan tembakan kamera, manusia dapat merakam dan mengabadikan pelbagai bentuk gambar bermula dari sel manusia hingga galaksi di luar angkasa. Teknologi pembuatan kamera, kini dikuasai peradaban Barat serta Jepang. Sehingga, banyak umat Muslim yang meyakini kamera berasal dari peradaban Barat.

Jauh sebelum masyarakat Barat menemuinya, prinsip-prinsip asas pembuatan kamera telah dicetuskan seorang sarjana Muslim lebih kurang 1,000 tahun silam. 

Penemu prinsip kerja asas kamera itu adalah seorang saintis legenda Islam yang bernama Ibnu al-Haitham. Pada akhir abad ke-10 Masihi, Al-Haitham berjaya mencipta sebuah kamera obscura. Itulah salah satu karya al-Haitham yang paling berkesan. Penemuan yang sangat inspiratif itu berjaya dilakukan al-Haitham bersama Kamaluddin al-Farisi. Mereka berdua berjaya meneliti dan merakam fenomena kamera obscura.

Penemuan itu bermula ketika mereka mempelajari gerhana matahari. 

Untuk mempelajari fenomena gerhana, Al-Haitham membuat lubang kecil pada dinding yang membenarkan cahaya matahari diunjurkan melalui permukaan datar. Kajian ilmu optik serupa kamera obscura itulah yang menjadi asas cara kerja kamera yang pada masa ini digunakan umat manusia. Dari kamus Webster, fenomena ini diertikan sebagai “ruang gelap”. Biasanya bentuknya seperti kertas kardus dengan lubang kecil untuk masuknya cahaya. Teori yang dipecahkan Al-Haitham itu telah memberi ilham penemuan filem yang kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada penonton.

“Kamera obscura pertama kali dibuat saintis Islam, Abu Ali Al-Hasan Ibnu al-Haitham, yang lahir di Basra (965-1039 M),” 

ungkap Nicholas J Wade dan Stanley Finger dalam karyanya berjudul The eye as an optical instrument : from camera obscura to Helmholtz’s perspective. Dunia mengenal al-Haitham sebagai perintis di bidang optik yang terkenal melalui bukunya bertajuk Kitab al-Manazir (Buku optik). Untuk membuktikan teori-teori dalam bukunya itu, legenda pakar fizik Islam itu kemudian menyusun Al-Bayt Al-Muzlim atau lebih dikenali dengan sebutan kamera obscura, atau kamar gelap.

Bradley Steffens dalam karyanya berjudul Ibn al-Haytham:First Scientist mengungkapkan bahawa Kitab al-Manazir merupakan buku pertama yang menjelaskan prinsip kerja kamera obscura. “Dia merupakan saintis pertama yang berjaya memprojeksikan seluruh gambar dari luar rumah ke dalam gambar dengan kamera obscura,” papar Bradley. Istilah kamera obscura yang ditemui oleh al-Haitham pun diperkenalkan di Barat sekitar abad ke-16 Masihi. Lima abad setelah penemuan kamera obscura, Cardano Geronimo (1501 -1576), yang terpengaruh dengan pemikiran al-Haitham mulai mengganti lubang bidik lensa dengan lensa (camera).

Setelah itu, penggunaan lensa pada kamera onscura juga dilakukan Giovanni Batista della Porta (1535-1615 M). Ada pula yang menyebutkan bahwa istilah kamera obscura yang ditemukan al-Haitham pertama kali diperkenalkan di Barat oleh Joseph Kepler (1571 – 1630 M). Kepler meningkatkan fungsi kamera itu dengan menggunakan lensa negatif di belakang lensa positif, sehingga dapat memperbesar projection gambar (prinsip digunakan dalam dunia lensa foto jarak jauh moden). Setelah itu, Robert Boyle (1627-1691 M), mulai menyusun kamera yang berbentuk kecil, tanpa kabel, jenisnya kotak kamera obscura pada 1665 M. Setelah 900 tahun dari penemuan al-Haitham piring-piring foto pertama kali digunakan secara statik untuk menangkap gambar yang dihasilkan oleh kamera obscura. Gambar statik pertama diambil oleh Joseph Nicephore Niepce di Prancis pada 1827.

Tahun 1855, Roger Fenton menggunakan plat kaca negatif untuk mengambil gambar dari tentera Inggeris semasa Perang. Dia mengembangkan plat-plat dalam perjalanan bilik gelapnya. Tahun 1888, George Eastman mengembangkan prinsip kerja kamera obscura ciptaan al-Hitham dengan baik sekali. Eastman menciptakan kamera kodak. Sejak itulah, kamera terus berubah mengikuti perkembangan teknologi. Sebuah versi kamera obscura digunakan dalam Perang Dunia I untuk melihat kapal terbang dan pengukuran perfomance. Pada Perang Dunia II kamera obscura juga digunakan untuk memeriksa ketepatan navigasi radio. Begitulah penciptaan kamera obscura yang diilhamkan al-Haitham mampu mengubah peradaban dunia.

Peradaban dunia moden tentu sangat berutang budi kepada ahli fizik Muslim yang lahir di Kota Basrah, Iraq. Al-Haitham semasa hidupnya telah menulis lebih dari 200 karya ilmiah. Semuanya didedikasikannya untuk kemajuan peradaban manusia. Sayangnya, umat Islam kini lebih terpesona kepada pencapaian teknologi Barat, sehingga kurang menghargai dan mengulangi pencapaian saintis Islam di era kejayaan Islam.


sumber dari: upsk.my

how human vision works






One of the first ideas regarding how human vision works came from the Greek philosopher Empedocles around 450 BCE. Empedocles reasoned that the Greek goddess Aphrodite had lit a fire in the human eye, and vision was possible because light rays from this fire emanated from the eye illuminating objects around us. While a number of people challenged this proposal, the idea that light radiated from the human eye proved surprisingly persistent until around 1,000 CE, when a Middle Eastern scientist advanced our knowledge of the nature of light and, in so doing, developed a new and more rigorous approach to scientific research. AbÅ« ‘AlÄ« al-Hasan ibn al-Hasan ibn al-Haytham, also known as Alhazen, was born in 965 CE in the Arab city of Basra in what is now present day Iraq.

He began his scientific studies in physics, mathematics, and other sciences after reading the works of several Greek philosophers. One of Alhazen’s most significant contributions was a seven-volume work on optics titled Kitab al-Manazir (later translated to Latin as Opticae Thesaurus Alhazeni--Alhazen’s Book of Optics). Beyond the contributions this book made to the field of optics, it was a remarkable work in that it based conclusions on experimental evidence rather than abstract reasoning – the first major publication to do so. Alhazen’s contributions have proved so significant that his likeness was immortalized on the 2003 10,000-dinar note issued by Iraq (Figure 1).



Alhazen invested significant time studying light, color, shadows, rainbows, and other optical phenomena. Among this work was a study in which he stood in a darkened room with a small hole in one wall. Outside of the room, he hung two lanterns at different heights. Alhazen observed that the light from each lantern illuminated a different spot in the room, and each lighted spot formed a direct line with the hole and one of the lanterns outside the room. He also found that covering a lantern caused the spot it illuminated to darken, and exposing the lantern caused the spot to reappear. Thus, Alhazen provided some of the first experimental evidence that light does not emanate from the human eye but rather is emitted by certain objects (like lanterns) and travels from these objects in straight lines. Alhazen’s experiment may seem simplistic today, but his methodology was ground-breaking: He developed a hypothesis based on observations of physical relationships (that light comes from objects), and then designed an experiment to test that hypothesis. Despite the simplicity of the method, Alhazen’s experiment was a critical step in refuting the long-standing theory that light emanated from the human eye, and it was a major event in the development of modern scientific research methodology.


sumber dari: visionlearning.com

refleksi cahaya






“Banyak kemajuan penting dalam studi optik datang dari dunia muslm,” ujar Hassani.

Diantara tahun 1.000 Ibn al-Haitham membuktikan bahwa manusia melihat obyek dari refleksi cahaya dan masuk ke mata, refleksi cahaya dan masuk ke mata, mengacuhkan teori Euclid dan Ptolemy bahwa cahaya dihasilkan dari dalam mata sendiri. Fisikawan hebat muslim lainnya juga menemukan fenomena pengukuran kamera di mana dijelaskan bagaimana mata gambar dapat terlihat dengan koneksi antara optik dan otak.


sumber dari: penemudunia.wordpress.com

ilmuwan yang gemar melakukan penyelidikan




280 Para Ilmuwan Astronomi Muslim


Penyelidikannya mengenai cahaya telah memberikan ilham kepada ahli sains barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler mencipta mikroskop serta teleskop. Ia merupakan orang pertama yang menulis dan menemukan berbagai data penting mengenai cahaya.

Beberapa buah buku mengenai cahaya yang ditulisnya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, antara lain Light dan On Twilight Phenomena. Kajiannya banyak membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana. 

Menurut Ibnu Haitham, cahaya fajar bermula apabila mata­hari berada di garis 19 derajat di ufuk timur. Warna merah pada senja pula akan hilang apabila mata­hari berada di garis 19 derajat ufuk barat. Dalam kajiannya, beliau juga telah berhasil menghasilkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya dan pembalikan cahaya. 

Ibnu Haitham juga turut melakukan percobaan terhadap kaca yang dibakar, dan dari situ ditemukanlah teori lensa pembesar. Teori itu telah digunakan oleh para ilmuwan di Itali untuk menghasilkan kaca pembesar yang pertama di dunia. 

Yang lebih menakjubkan ialah Ibnu Haitham telah menemui prinsip isi padu udara sebelum seorang ilmuwan yang bernama Trricella yang mengetahui perkara itu 500 tahun kemudian. Ibnu Haitham juga telah menemukan kewujudan tarikan gravitasi sebelum Issaac Newton mengetahuinya. Selain itu, teori Ibnu Hai­tham mengenai jiwa manusia sebagai satu rentetan perasaan yang bersambung-sambung secara teratur telah memberikan ilham kepada ilmuwan barat untuk menghasilkan wayang gambar. Teori beliau telah membawa kepada penemuan film yang kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton sebagaimana yang dapat kita lihat pada masa kini.


sumber dari: ebo.web.id

Kajian sainsnya digunakan oleh Barat




Islam sering kali diberikan gambaran sebagai agama yang mundur lagi memundurkan. Islam juga dikatakan tidak menggalakkan umatnya menuntut dan menguasai pelbagai
lapangan ilmu. Kenyataan dan gambaran yang diberikan itu bukan sahaja tidak benar tetapi bertentangan dengan hakikat sejarah yang sebenarnya.

Sejarah telah membuktikan betapa dunia Islam telah melahirkan ramai golongan sarjana dan ilmuwan yang cukup hebat dalam bidang falsafah, sains, politik, kesusasteraan, kemasyarakatan, agama, perubatan, dan sebagainya. Salah satu ciri yang dapat diperhatikan pada para tokoh ilmuwan Islam ialah mereka tidak sekadar dapat menguasai ilmu tersebut pada usia yang muda, malah dalam masa yang singkat dapat menguasai beberapa bidang ilmu secara serentak.

Walaupun tokoh itu lebih dikenali dalam bidang sains dan perubatan tetapi dia juga memiliki kemahiran yang tinggi dalam bidang agama, falsafah, dan seumpamanya. Salah seorang daripada tokoh tersebut ialah Ibnu Haitham atau nama sebenarnya Abu All Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham. Dalam kalangan cerdik pandai di Barat, beliau dikenali dengan nama Alhazen.

Ibnu Haitham dilahirkan di Basrah pada tahun 354H bersamaan dengan 965 Masihi. Beliau memulakan pendidikan awalnya di Basrah sebelum dilantik menjadi pegawai pemerintah di bandar kelahirannya. Setelah beberapa lama berkhidmat dengan pihak pemerintah di sana, beliau mengambil keputusan merantau ke Ahwaz dan Baghdad. Di perantauan beliau telah melanjutkan pengajian dan menumpukan perhatian pada penulisan. Kecintaannya kepada ilmu telah membawanya berhijrah ke Mesir.

Semasa di sana beliau telah mengambil kesempatan melakukan beberapa kerja penyelidikan mengenai aliran dan saliran Sungai Nil serta menyalin buku-buku mengenai matematik dan falak. Tujuannya adalah untuk mendapatkan wang saraan dalam tempoh pengajiannya di Universiti al-Azhar. Hasil daripada usaha itu, beliau telah menjadi seo­rang yang amat mahir dalam bidang sains, falak, mate­matik, geometri, perubatan, dan falsafah. Tulisannya mengenai mata, telah menjadi salah satu rujukan yang penting dalam bidang pengajian sains di Barat.

Malahan kajiannya mengenai perubatan mata telah menjadi asas kepada pengajian perubatan moden mengenai mata. Ibnu Haitham merupakan ilmuwan yang gemar melakukan penyelidikan. Penyelidikannya mengenai cahaya telah memberikan ilham kepada ahli sains barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler mencipta mikroskop serta teleskop. Beliau merupakan orang pertama yang menulis dan menemui pelbagai data penting mengenai cahaya. Beberapa buah buku mengenai cahaya yang ditulisnya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris, antaranya ialah Light dan On Twilight Phenomena. Kajiannya banyak membahaskan mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang bayang dan gerhana.

Menurut Ibnu Haitham, cahaya fajar bermula apabila mata­hari berada di garis 19 darjah di ufuk timur. Warna merah pada senja pula akan hilang apabila mata­hari berada di garis 19 darjah ufuk barat. Dalam kajiannya, beliau juga telah berjaya menghasilkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya dan pembalikan cahaya. Ibnu Haitham juga turut melakukan percubaan terhadap kaca yang dibakar dan dari situ terhasillah teori lensa pembesar. Teori itu telah digunakan oleh para saintis di Itali untuk menghasilkan kanta pembesar yang pertama di dunia. Yang lebih menakjubkan ialah Ibnu Haitham telah menemui prinsip isi padu udara sebelum seorang saintis yang bernama Trricella mengetahui perkara itu 500 tahun kemudian.

Ibnu Haitham juga telah menemui kewujudan tarikan graviti sebelum Issaac Newton mengetahuinya. Selain itu, teori Ibnu Hai­tham mengenai jiwa manusia sebagai satu rentetan perasaan yang bersambung-sambung secara teratur telah memberikan ilham kepada saintis barat untuk menghasilkan wayang gambar. Teori beliau telah membawa kepada penemuan filem yang kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton sebagaimana yang dapat kita tontoni pada masa kini.

Selain sains, Ibnu Haitham juga banyak menulis mengenai falsafah, logik, metafizik, dan persoalan yang berkaitan dengan keagamaan. Beliau turut menulis ulasan dan ringkasan terhadap karya-karya sarjana terdahulu. Penulisan falsafahnya banyak tertumpu kepada aspek kebenaran dalam masalah yang menjadi pertikaian. Padanya pertikaian dan pertelingkahan mengenai sesuatu perkara berpunca daripada pendekatan yang digunakan dalam mengenalinya. Beliau juga berpendapat bahawa kebenaran hanyalah satu. Oleh sebab itu semua dakwaan kebenaran wajar diragui dalam menilai semua pandangan yang sedia ada. Jadi, pandangannya mengenai falsafah amat menarik untuk disoroti.

Bagi Ibnu Haitham, falsafah tidak boleh dipisahkan daripada matematik, sains, dan ketuhanan. Ketiga-tiga bidang dan cabang ilmu ini harus dikuasai dan untuk menguasainya seseorang itu perlu menggunakan waktu mudanya dengan sepenuhnya. Apabila umur semakin meningkat,kekuatan fizikal dan mental akan turut mengalami kemerosotan.Ibnu Haitham membuktikan pandangannya apabila beliau begitu ghairah mencari dan mendalami ilmu pengetahuan pada usia mudanya. Sehingga kini beliau berjaya menghasilkan banyak buku dan makalah. Antara bukukaryanya termasuk:

1. Al'Jami' fi Usul al'Hisab yang mengandungi teori-teori ilmu metametik dan metametik penganalisaannya;

2. Kitab al-Tahlil wa al'Tarkib mengenai ilmu geometri;

3. Kitab Tahlil ai'masa^il al 'Adadiyah tentang algebra;

4. Maqalah fi Istikhraj Simat al'Qiblah yang mengupas tentang arah kiblat bagi segenap rantau;

5. M.aqalah fima Tad'u llaih mengenai penggunaan geometri dalam urusan hukum syarak.

6. Risalah fi Sina'at al-Syi'r mengenai teknik penulisan puisi.

Sumbangan Ibnu Haitham kepada ilmu sains dan falsafah amat banyak. Kerana itulah Ibnu Haitham dikenali sebagai seorang yang miskin dari segi material tetapi kaya dengan ilmu pengetahuan. Beberapa pandangan dan pendapatnya masih relevan sehingga ke hari ini. Walau bagaimanapun sebahagian karyanya lagi telah "dicuri" dan "diceduk" oleh ilmuwan Barat tanpa memberikan penghargaan yang sewajarnya kepada beliau.

Sesungguhnya barat patut berterima kasih kepada Ibnu Haitham dan para sarjana Islam kerana tanpa mereka kemungkinan dunia Eropah masih diselubungi dengan kegelapan. Kajian Ibnu Haitham telah menyediakan landasan kepada perkembangan ilmu sains dan pada masa yang sama tulisannya mengenai falsafah telah membuktikan keaslian pemikiran sarjana Islam dalam bidang ilmu tersebut yang tidak lagi dibelenggu oleh pemikiran falsafah Yunani.


sumber dari: ssyahputri.blogspot.com

the first to explain that all vision




image alt text


Ibn al-Haytham, born in 965 CE, was the first to explain that all vision was made possible because of refraction of light rays. The work of Ibn al-Haytham was repeated and expanded upon by the Persian mathematician Kamal al-Din l-Farisi (died 1320 CE) who observed the path of rays of light in the interior of a glass sphere in order to examine the refraction of sunlight in rain drops. This led him to an explanation of the genesis of primary and secondary rainbows.

“From 800-1300 C.E. the World of Islam produced not less than 60 renowned Eye Specialists or Occulists, authors of textbooks and producers of monographs in Ophthalmology. Meanwhile in Europe prior to the 12th century an Occulist was unheard of.” Professor J. Hirschberg told this to an enthralled audience at the American Medical Association. It was not until the 18th century that the method of removal of cataract by a hollow needle was employed in Europe.

The Muslims produced many original works on the anatomy of the eye. Their studies were, however, limited because they carried out their observations only on animal eyes. The dissection of any part of the human body was considered disrespectful in principle. These works give us the oldest pictures of the anatomy of the eye.

The original work of the Arabs includes the introduction of terms such as Eyeball, Conjunctiva, Cornea, Uvea and Retina. Muslims also did operations on diseases of the lids such as Trachoma, a hardening of the inside of the lid. Glaucoma (an increase in the intra-ocular pressure of the eye) under the name of “Headache of the pupil” was first described by an Arab. However, the greatest single contribution in ophthalmology by the Arabs was in the matter of cataracts.

According to the Journal of the American Medical Association (1935) there is, in the Vatican Library, a unique manuscript ascribed to Ibn Nafis (died in 1288 CE) entitled Kitâb al-Muhazzab fî Tibb al-‘Ayn (A Book of Corrections in the Medicine of the Eye). It contains a description of the eyes of animals and a discussion on the varieties and colours of the human eye.

In the 12th century, Gerard of Cremona, the famous translator into Latin of scientific and medical Arabic works, spent 40 years of his life (1147-1187 CE) in Toledo (Spain) translating the work of Muslims including the works of Ar-Razi and Ibn Sina. This fact has been attributed on a Spanish postal stamp. Arab physicians have been in the forefront of the effort to prevent blindness since 1000 C.E, when Ar-Razi became the first doctor to describe the reflex action of the pupil. At about the same time, Ammar Bin Ali Al-Mosuli invented the technique of suction removal of cataracts by the use of a hollow needle [2].”


sumber dari: irfanirsyad.wordpress.com

Thursday 26 September 2013

Karya Ibnu Rusyd




Karya-Ibnu-Rusyd


Karya Ibnu Rusyd tersebar lebih dari 20.000 halaman meliputi pelbagai varietas, termasuk Filisofi Islam awal, Filosofi Logika Islam, Kedokteran Arab, Matematika Arab, Astronomi Arab, Tata bahasa Arab, Teologi Syariah (Hukum Islam) dan Fikih (Juriprudensi Islam), kedokteran. Ia menulis setidaknya 67 naskah asli, yang terdiri dari 28 naskah filosofi, 20 kedokteran, 8 hukum, 5 teologi, dan 4 tata bahasa, dengan tambahan dari komentarnya dalam seluruh karya Aristoteles dan komentarnya di The Republic Plato.

Ia menulis komentar dari seluruh karya Aristotels yang terselamatkan. Ini tidak berdasarkan sumber utama (diketahui bahwa ia merupakan orang Yunani), akan tetapi pada terjemahan Arab.
Ada tiga level dari komentarnya; the Jami, the Talkhis dan tafsir yang dihargai, dianggap, dan merupakan penelitian tingkat tinggi dari pemikiran Aristoteles dalam konteks muslim. Istilah tersebut diambil dari nama tipe yang berbeda dari komentarnya dalam Qur’an.
Diketahui bahwa dia menulis komentar dari seluruh tiga tipe dari karyanya. Dalam banyak kasus hanya satu atau dua komentar yang terselamatkan.

Dalam kedokteran, Ibnu Rusyd menulis ensiklopedia kedokteran yang dinamakan Kulliyat (“Generalities”, i.e. general medicine), dikenal dengan translasi Latinnya Colliget. Ia juga membuat kompilasi dari karya Galen (129-200) dan menulis komentar dari The Law of Medicine (Qanun fi ‘t-tibb) of Avicenna (Ibn Sina) (980-1037).

Jacon Anatoli menerjemahkan beberapa karya dari Ibnu Rusyd dari bahasa Arab ke Ibrani di abad ke-13. Banyak karyanya yang diterjemahkan kedalam bahasa Ibrani ke bahasa Latin oleh Jacob Mantino dan Abraham de Balmes. Karya lainnya diterjemahkan lansung dari bahasa Arab ke bahasa Latin oleh Michael Scot.

Banyak dari karyanya yang berhubungan dengan logika dan metafisika telah hilang secara permanen, saat yang lainnya, temasuk beberapa komentar panjang Aristoteles, hanya terselamatkan yang diterjemahkan berbahasa Latin dan Ibrani, tak termasuk di dalamnya bahasa Arab.

Versi penuhnya dari karyanya dalam bahasa Latin, dan bagian form dari multi volume edisi Juntine dari Aristoteles dipublikasikan di Venice 1562-1574.


sumber dari: infomasjidkita.com

Ideologi Ibnu Rusd




Ideologi-Ibnu-Rusd


Berdasarkan pengamatan Ibu Rusyd, tidak terjadi konflik antara agama dan filosofi, apakah berbeda cara untuk mencapai kebenaran. Ia percaya bahwa alam semesta diciptakan oleh kesempurnaan Tuhan.
Ideologi Ibnu Rusd yang merupakan alam semesta karena Tuhan tidak memiliki pengetahuan tertentu (ini menurut pandangan Ibnu Rusd) ia juga memiliki jiwa yang dibagi dalam dua bagian, satu individu dan satu ke-Tuhanan; sementara jiwa individu tidak abadi, semua manusia pada dasarnya memiliki satu jiwa ke-Tuhahan.

Ibnu Rusd memiliki dua Pengetahuan tentang kebenaran.

Yang pertama mengenai pengetahuan dari agama, berdasarkan kepercayaan dan hal itu tak dapat diuji, ataupun membutuhkan pelatihan untuk dipahami. 
Yang kedua pemahaman/pengetahuan tentang kebenaran filosofi, yang diserahkan kepada para elit yang memiliki kemampuan intelektual untuk menyelesaikan penelitian ini.
Pada usia 25 tahun, Ibnu Rusdi mengikuti observasi astronomi dekat Marakesh, Maroko, saat itu ia menemukan bintang yang sebelumnya belum diteliti. Dalam teori astronomi, Ibnu Rusyd menolak diferen eksentrik yang diperkenalkan oleh Ptolemy. Ia menolak model Ptolemic dan justru mengargumentasikan untuk ketatnya konsentrik model alam semesta.

Ibnu Rusd juga berargumen bahwa bulan itu berbentuk opak dan obscure, dan memiliki semacam bagian yang lebih tebal di antara yang lain, dengan ketebalan menerima semakin banyak cahaya dari matahari daripada ketipisan dari bulan. Ia juga memberikan satu dari deskripsi pertama dari sunsport.

Ibnu Rusd wafat tahun 1198 Masehi. Dia mendedikasikan seluruh hidupnya (lebih dari 30 tahun), menulis tentang hal terkait masalah Filosofi dan Agama, Ketuhanan, asal mula alam semesta, Metafisika dan Psikologi.


sumber dari: infomasjidkita.com

pengetahuan ensiklopedik




Ibnu-Rusyd-Jenius-dari-Andalusia


Ibnu Rusyd
(10 December  1126-,  10 Desember 1198)


AbÅ« ‘l-WalÄ«d Muhammad bin Ahmad bin Rusyd atau lebih dikenal sebagai Ibn Rusyd. Dalam literatur Eropa namanya dikenal sebagai  Averroes. Menurut Ernest Renan, nama lainnya adalah Ibin-Ros-din, Filius Rosadis, Ibn-Rusid, Ben-Raxid, Ibn-Ruschod, Den-Resched, Aben-Rassad, Aben-Rois, Aben-Rasd, Aben- Rust, Avenrosdy Avenryz, Adveroys, Benroist, Avenroyth, Averroysta, dll.

Ibnu Rusyd (Ibnu Rushdi, Ibnu Rusyid lahir di Kordoba (Spanyol), dalam keluarga yang terkenal ramah dalam bermasyarakat. Kakeknya Abu Al-Walid Muhammad (wafat 1126) merupakan kepala hakim Kordoba di bawah kepemimpinan Almoravids. Ayahnya, Abu Al-Qasim Ahmad, meneruskan posisi hingga Almoravids digantikan oleh Almohands tahun 1146.

Pendidikan Ibnu Rusyd diawali dengan pendidikan pembelajaran hadis, bahasa, hukum agama/ fikih dan teologi. Ibnu Rusyd kecil sendiri adalah seorang anak yang mempunyai banyak minat dan talenta. Dia mendalami banyak ilmu, seperti kedokteran, hukum, matematika, dan filsafat. Ibnu Rusyd mendalami filsafat dari Abu Ja’far Harun dan Ibnu Baja.

Ibnu Rusyd adalah seorang jenius yang berasal dari Andalusia dengan pengetahuan ensiklopedik. Masa hidupnya sebagian besar diberikan untuk mengabdi sebagai “Qadi” (hakim) dan fisikawan. Banyak orang mendatangi Ibnu Rusyd untuk mengkonsultasikan masalah kedokteran dan masalah hukum.
Di dunia barat, Ibnu Rusyd dikenal atas komentarnya (berkat inspirasi dari Ibnu Tufail) terkait filsafat Aristoteles yang mempengaruhi filsafat Kristen di abad pertengahan, termasuk pemikir semacam St. Thomas Aquinas.
Secara umum dipercaya bahwa dia pernah dibimbing oleh Ibnu Bajjah (Avempace). Pendidikan kedokterannya dibimbing di bawah pengawasan Abu Jafar Ibn Harun of Trujilla di Seville. Ibnu Rusyd memulai kariernya dengan bantuan dari Ibnu Tufail (‘Aben Tofail”, penulis dari Hayy Ibn Yaqdhan dan filosofi vizier dari Almohad Amir Abu Yaqub Yusuf).

Ibnu Tufail pula yang memperkenalkan tentang persidangan dan ibnu Zuhr (Avenzoaer kepada pihak Barat) ahli fisika muslim, yang menjadi teman serta guru Ibnu Rusyd. Sikap Ibnu Rusyd terhadap kesehatan / kedokteran dituliskan secara kontemporer dalam Kitab al-Kulyat fi al-Tibb (generalis) yang dipengaruhi oleh Kitab al-Taisir fi al-Mudawat wa al-Tadbir (khususnya) dari Ibnu Zuhr.


sumber dari: infomasjidkita.com

Si Geber dari Abad Pertengahan




Jabir


Jabir Ibnu Hayyan (750-803 M), yang lebih akrab dipanggil Si Geber dari Abad Pertengahan" juga dikenali sebagai "Bapak Ilmu Kimia Dunia”. Beliau yang nama penuhnya Abu Musa Jabir Ibnu Hayyan, telah berhasil menempatkan dirinya sebagai ilmuwan terkemuka sejak dia belajar kimia di Kufah (sekarang Iraq) di sekitar tahun 776 M yang silam. Beliau pernah berguru pada Barmaki Vizier pada zaman Khalifah Abbasiyah pimpinan Harun Ar-Rasyid.

Sumbangan terbesar beliau ialah dalam bidang ilmu kimia. Beliau cukup terkenal karena hasil penulisan yang melebihi  seratus risalah yang telah diabadikan sehingga kini. Terdapat sebanyak 22 risalah yang antaranya berkaitan dengan ilmu kimia. Beliaulah yang memperkenalkan model penelitian dengan cara eksperimen didunia ilmu kimia.

Jabir banyak mengabdikan dirinya dengan melakukan eksperimen dan pengembangan kaedah untuk mencapai kemajuan dalam bidang penyelidikan. Beliau mencurahkan daya upayanya pada proses pengembangan kaedah asas ilmu kimia dan kajian terhadap berbagai mekanisme.

Pencapaian praktis utama yang disumbangkan oleh beliau ialah penemuan bahan mineral dan asid, yang telah dipersiapkan pertama kali dalam penelitian tentang alembik (Anbique). Rekaannya terhadap alembik membuat proses penyulingan menjadi lebih mudah dan sistematik.

Antara beberapa penemuannya yang lain dalam bidang kimia, salah satunya ialah dalam penyediaan asid nitrik, hidroklorik, sitrik, dan tartarik. Penekanan Jabir dalam bidang eksperimen sistematik ini diketahui umum tidak ada duanya didunia.

Oleh sebab itulah, mengapa Jabir diberi kehormatan sebagai "Bapak Ilmu Kimia Modern" oleh rekan sejawatnya diseluruh dunia. Bahkan dalam tulisan Max Mayerhaff, disebutkan bahwa jika ingin mencari seluk-beluk perkembangan ilmu kimia di Eropa maka boleh dicari langsung pada karya-karya Jabir Ibnu Hayyan.

Tegasnya,  Jabir merupakan seorang pelopor dalam beberapa bidang pengembangan ilmu kimia terapan. Sumbangan beliau termasuk juga dalam pembangunan keluli, penyediaan bahan-bahan logam, bahan antikarat, tinta emas, penggunaan biji mangan dioksida untuk pembuatan kaca dan bahan pengering pakaian.
Sumbangan beliau juga dalam menyediakan pelapisan bahan anti air pada pakaian, serta campuran bahan cat. Selain itu, beliau juga mengembangkan teknik peleburan emas dengan menggunakan bahan aqua regia.
Ide eksperimen Jabir itu sekarang telah menjadi dasar untuk mengklasifikasikan unsur-unsur kimia, terutamanya pada bahan logam, bukan logam, dan penguraian bahan kimia. Beliau telah merumuskan tiga bentuk berbeda dari bahan kimia berdasarkan unsur-unsurnya:
  1. Cecair (spirit)
  2. Logam, seperti:  emas,  perak,  timah,  tembaga, dan besi.
  3. Bahan campuran, yang boleh ditukar menjadi serbuk.
Pada abad pertengahan, risalah-risalah Jabir dalam bidang ilmu kimia termasuk kitabnya yang masyhur, Kitab Al-Kimya dan Kitab Al-Sab'een, telah diterjemahkan ke bahasa Latin. Bahkan terjemahan Kitab Al-Kimya telah diterbitkan oleh orang Inggeris yang bernama Robert Chester pada tahun 1444, dengan judul The Book of the Composition of Alchemy.

Buku kedua, Kitab Al-Sab'een diterjemahkan juga oleh Gerard dari Cremona. Berthelot pula menerjemahkan  beberapa  buku beliau, yang antaranya Book of Kingdom, Book of the Balances, dan Book of Eastern Mercury.

Berikutnya pada tahun 1678, seorang berbangsa Inggris, yaitu Richard Russel menerjemahkan karya Jabir yang lain dengan judul Sum of Perfection. Berbeda dengan pengarang sebelumnya, Richardlah yang pertama kali menyebut Jabir dengan sebutan Geber. Dialah yang memuji Jabir sebagai seorang pendeta Arab dan juga ahli falsafah.

Buku ini kemudiannya menjadi sangat popular di Eropa selama beberapa abad lamanya dan telah memberi pengaruh yang cukup besar kepada evolusi ilmu kimia modern. Istilah alkali, pertama kali ditemukan oleh Jabir.


sumber dari: islam-agama-benar.blogspot.com

setaraf dengan al-Farabi dan Aristotle




Umat Islam dipercayai telah sampai ke Sepanyol pada zaman sahabat lagi. Kedatangan mereka telah berjaya mempengaruhi kehidupan masyarakat di sana khususnya dalam bidang yang berkaitan keilmuan dan ketarnadunan. Bahkan kesan tamadun Islam masih dapat dilihat sehingga ke hari ini.

Sepanjang pemerintahan Islam di Sepanyol yang juga dikenali sebagai Andalusia, telah lahir ramai cendi-kiawan dan sarjana dalam pelbagai bidang. Sebahagian mereka ialah ahli sains, matematik, astronomi, perubatan, falsafah, sastera, dan sebagainya.

Salah seorang mereka ialah Abu Bakr Muhammad Ibn Yahya al-Saigh atau lebih terkenal sebagai Ibn Bajjah. Beliau dilahirkan di Saragossa pada tahun 1082 Masihi (M). Ibn Bajjah merupakan seorang sasterawan dan ahli bahasa yang unggul. Dalam hal ini, beliau pernah menjadi penyair bagi golongan al-Murabbitin yang dipimpin oleh Abu
Bakr Ibrahim Ibn Tafalwit.

Selain itu, Ibn Bajjah juga merupakan seorang ahli muzik dan pemain gambus yang handal. Sungguhpun begitu beliau juga seorang yang hafiz al-Quran. Dalam masa yang sama, Ibn Bajjah amat terkenal dalam bidang perubatan dan merupakan salah seorang doktor teragung yang pernah dilahirkan di Andalusia.Walau bagaimanapun, kehebatannya turut terserlah dalam bidang politik sehingga beliau dilantik menjadi menteri semasa Abu Bakr Ibrahim berkuasa di Saragossa. Lebih menakjubkan lagi apabila beliau dapat
menguasai ilmu matematik, fizik, dan falak.

Pada kesempatan itu beliau banyak menulis buku yang berkaitan dengan ilmu logik. Kemampuannya menguasai berbagai-bagai ilmu itu menjadikannya seorang sarjana yang teragung bahkan tiada bandingannya di Andalusia dan barangkali di dunia Islam. Jadi, sumbangannya dalam bidang keilmuan begitu besar sekali.Dalam bidang falsafah umpamanya, Ibn Bajjah boleh diletakkan setaraf dengan al-Farabi dan Aristotle. Dalam bidang ini beliau telah mengemukakan gagasan fal¬safah ketuhanan yang menetapkan bahawa manusia boleh berhubung dengan akal fa'al melalui perantaraan ilmu pengetahuan dan pembangunan potensi manusia.

Menurut Ibnu Bajjah, manusia boleh mendekati Tuhan melalui amalan berfikir dan tidak semestinya melalui amalan tasawuf yang dikemukakan oleh Iman al-Ghazali. Dengan ilmu dan amalan berfikir, segala keutamaan dan perbuatan moral dapat diarahkan untuk memimpin serta menguasai jiwa. Usaha ini boleh menumpaskan sifat haiwaniah yang bersarang dalam hati dan diri manusia.Berdasarkan pendapatnya, seseorang itu harus mengupayakan perjuangannya untuk berhubung dengan alam sama ada bersama-sama dengan masyarakatnya ataupun secara terpisah.

Kalau masyarakat itu tidak baik maka seseorang itu harus menyepi dan menyendiri. Pandangan falsafah Ibn Bajjah ini jelas dipengaruhi oleh idea-idea al-Farabi. Pemikiran falsafah Ibn Bajjah ini dapat diikuti dalam "Risalah al-Wida" dan kitab "Tadbir al-Muttawwahid" yang secara umumnya merupakan pembelaan kepada karya-karya al-Farabi dan Ibn Sina kecuali bahagian yang berkenaan dengan sistem menyepi dan menyendiri.Namun, ada sesetengah pengkaji mengatakan bahawa kitab tersebut sama dengan buku "al-Madinah al'Fadhilah" yang ditulis oleh al-Farabi. Dalam buku itu, al-Farabi menjelaskan pandangan beliau mengenai politik dan falsafah.

Al-Farabi semasa membicarakan tentang politik telah mencadangkan supaya sebuah negara kebajikan yang diketuai oleh ahli falsafah diwujudkan. Satu persamaan yang ketara antara al-Farabi dengan Ibn Bajjah ialah kedua-duanya meletakkan ilmu mengatasi segala-galanya. Mereka hampir sependapat bahawa akal dan wahyu merupakan satu hakikat yang padu. Sebarang percubaan untuk memisahkan kedua-duanya hanya akan melahirkan sebuah masyarakat dan negara yang pincang.

Oleh sebab itu, akal dan wahyu harus menjadi dasar dan asas pembinaan sebuah negara serta masyarakat yang bahagia. Ibn Bajjah berpendapat bahawa akal boleh menyebabkan manusia mengenali apa sahaja kewujudan sama ada benda atau Tuhan. Akal boleh mengenali dengan sendiri perkara-perkara tersebut tanpa dipengaruhi oleh unsur-unsur kerohanian melalui amalan tasawuf.

Selain itu, Ibn Bajjah juga telah menulis sebuah buku yang berjudul "aI-Nafs" yang membicarakan persoalan yang berkaitan dengan jiwa. Pembicaraan itu banyak dipengaruhi oleh gagasan pemikiran falsafah Yunani. Oleh sebab itulah, Ibn Bajjah banyak membuat ulasan terhadap karya dan hasil tulisan Aristotle, Galenos, al-Farabi, dan al-Razi.

Minatnya dalam soal-soal yang berkaitan dengan ketuhanan dan metafizik jauh mengatasi bidang ilmu yang lain meskipun beliau turut mahir dalam ilmu psikologi,politik, perubatan, algebra, dan sebagainya. Sewaktu membicarakan ilmu logik, Ibn Bajjah berpendapat bahawa sesuatu yang dianggap ada itu sama ada benar-benar ada atau tidak ada bergantung pada sama ada diyakini ada atau hanyalah suatu
kemungkinan. Justeru itu, apa yang diya¬kini itulah sebenarnya satu kebenaran dan sesuatu kemungkinan itu boleh jadi mungkin benar dan tidak benar.Sebenarnya, banyak perkara di dunia ini yang tidak dapat dihuraikan menggunakan logik. Jadi, Ibnu Bajjah belajar ilmu-ilmu lain untuk membantunya memahaminya hal-hal berkaitan dengan metafizik.

Ilmu sains dan fizik misalnya digunakan oleh Ibn Bajjah untuk menghuraikan persoalan benda dan rupa. Menurut Ibn Bajjah, benda tidak mungkin wujud tanpa rupa tetapi rupa tanpa benda mungkin wujud. Oleh sebab itu, kita boleh menggambarkan sesuatu dalam
bentuk dan rupa yang berbeza-beza. Kemahiran Ibn Bajjah dalam bidang matematik dan fizik sememangnya diperakui tetapi beliau tidak cuba menyelesaikan permasalahan yang
timbul. Sebaliknya ilmu itu digunakan untuk menguatkan hujah dan pandangannya mengenai falsafah serta persoalan metafizik.

Masih banyak lagi pemikiran falsafah Ibn Bajjah yang tidak diketahui kerana sebahagian besar karya tulisannya telah musnah. Bahan yang tinggal dan sampai kepada kita hanya merupakan sisa-sisa dokumen yang berselerakan di beberapa perpustakaan di Eropah. Sesetengah pandangan falsafahnya jelas mendahului zamannya. Sebagai contoh, beliau telah lama menggunakan ungkapan manusia sebagai makhluk sosial, sebelum para sarjana Barat berbuat demikian.

Begitu juga konsep masyarakat madani telah dibicarakan dalam tulisannya secara tidak langsung. Sesungguhnya Ibn Bajjah merupakan tokoh ilmuwan yang hebat. Sesuai dengan itu beliau telah diberikan kedudukan dan penghormatan yang tinggi oleh orang Murabbitin. Tetapi perasaan dengki dan cemburu telah menyebabkan beliau diracuni dan akhirnya meninggal dunia pada tahun 1138 (M) dalam usia yang masih muda. Biarpun umur Ibn Bajjah tidak panjang tetapi sumbangan dan pemikirannya telah meletakkan tapak yang kukuh kepada perkembangan ilmu dan falsafah di bumi Andalusia.


sumber dari: ilmuankhalidy.blogspot.com

Muslim's Achievements in 12th Century






1100 - 1138 - [astronomy] Ibn Bajjah (Avempace) develops the first planetary model without any epicycles, as an alternative to Ptolemy's model.

1100 - 1138 - [mechanics, physics] Ibn Bajjah (Avempace) is the first to state that there is always a reaction force for every force exerted, a precursor to Gottfried Leibniz's idea of force which underlies Newton's third law of motion.[70] His theory of motion later has an important influence on later physicists like Galileo Galilei.

1100 - 1161 - [anatomy, anesthesiology, biology, medicine, physiology, surgery] Ibn Zuhr (Avenzoar) invents the surgical procedure of tracheotomy in al-Andalus. During his biomedical research, Ibn Zuhr is also the first physician known to have carried out human dissections and postmortem autopsy. He proves that the skin disease scabies is caused by a parasite, which contradicted the erroneous theory of humorism supported by Hippocrates, Galen and Avicenna. The removal of the parasite from the patient's body did not involve purging, bleeding or any other traditional treatments associated with the four humours. His works show that he was often highly critical of previous medical authorities, including Avicenna's The Canon of Medicine.He was one of the first physicians to reject the erroneous theory of four humours, which dates back to Hippocrates and Galen. Avenzoar also confirmed the presence of blood in the body. He was also the first to give a correct description of the tracheotomy operation for suffocating patients, and the first to provide a real scientific etiology for the inflammatory diseases of the ear, and the first to clearly discuss the causes of stridor. Modern anesthesia was also developed in al-Andalus by the Muslim anesthesiologists Ibn Zuhr and Abulcasis. They were the first to utilize oral as well as inhalant anesthetics, and they performed hundreds of surgeries under inhalant anesthesia with the use of narcotic-soaked sponges which were placed over the face.

1100 - 1161 - [medicine, pharmacopoeia] Ibn Zuhr writes The Method of Preparing Medicines and Diet, in which he performed the first parenteral nutrition of humans with a silver needle. He also wrote an early pharmacopoeia, which later became the first Arabic book to be printed with a movable type in 1491.Ibn Zuhr (and other Muslim physicians such as al-Kindi, Ibn Sahl, Abulcasis, al-Biruni, Avicenna, Averroes, Ibn al-Baitar, Ibn Al-Jazzar and Ibn al-Nafis) also developed drug therapy and medicinal drugs for the treatment of specific symptoms and diseases. His use of practical experience and careful observation was extensive.


sumber dari: metaexistence.org

Wednesday 25 September 2013

as the best physician




Rhazes-Treating a Patient (artist unknown)


Razi had no organized system of philosophy, but compared to his time he must be reckoned as the most vigorous and liberal thinker in Islam and perhaps in the whole history of human thought

He was a pure rationalist, extremely confident in the power of reason, free from every kind of prejudice, and very daring in the expression of his ideas without reserve. He believed in man, in progress, and in God the Wise, but in no religion whatever. He is credited with, among other things, the discovery of sulfuric acid, the "work horse" of modern chemistry and chemical engineering; and also of ethanol (in addition to its refinement) and its use in medicine.

Razi was a prolific writer, writing 184 books and articles in several fields of science. According to historian Ibn an-Nadim, Razi distinguished himself as the best physician of his time who had fully absorbed Greek medical learning. He traveled in many lands and rendered service to many princes and rulers. As a medical educator, he attracted many students of all levels. He was said to be compassionate, kind, upright, and devoted to the service of his patients, whether rich or poor. 

The Razi Institute near Tehran, Iran was named after him (of course around one thousand years later). Razi Day (Pharmacy Day) is commemorated in Iran every August 27 in Iran and a few other countries in its neighborhood.

In Persian, Razi means "from the city of Rayy (also spelled RAY, REY, or RAI, old Persian RAGHA, Latin RHAGAE, formerly one of the great cities of World)" near south Tehran, Iran, where he was born and (like Avicenna) did much of his work. Ray was the major central city of Iran until the Mongols conquer of the 13th century, when it was gradually replaced with Tehran.

Razi is credited with his seminal work on Smallpox vs. measles, allergies and fever, Alchemy: The Transmutation of Metals at the time. As chief physician at the Baghdad hospital Razi formulated the first known description of smallpox:

"Smallpox appears when the blood boils and infected so that extra vapors may be driven out to turn childhood blood, which looks like wet extracts, into youth blood, which looks like ripe wine. Essentially, smallpox is like the bubbles found in wine at this time ... this disease might also be present apart from such times. The best thing to do at such times is to avoid it, that is, when the disease is seen to become epidemic."

This is acknowledged by the Encyclopaedia Britannica (1911), which states: "The most trustworthy statements as to the early existence of the disease are found in an account by the 9th-century Arabian physician Rhazes, by whom its symptoms were clearly described, its pathology explained by a humoral or fermentation theory, and directions given for its treatment.". 

Written by Razi, the al-Judari wa al-Hasbah was the first book on smallpox, and was translated over a dozen times into Latin and other European languages. Its lack of dogmatism and its Hippocratic reliance on clinical observation show Razi's medical methods:

"The eruption of the smallpox is preceded by a continued fever, pain in the back, itching in the nose and terrors in the sleep. These are the more peculiar symptoms of its approach, especially a pain in the back with fever; then also a pricking which the patient feels all over his body; a fullness of the face, which at times comes and goes; an inflamed color, and vehement redness in both cheeks; a redness of both the eyes, heaviness of the whole body; great uneasiness, the symptoms of which are stretching and yawning; a pain in the throat and chest, with slight difficulty in breathing and cough; a dryness of the breath, thick spittle and hoarseness of the voice; pain and heaviness of the head; inquietude, nausea and anxiety; (with this difference that the inquietude, nausea and anxiety are more frequent in the measles than in the smallpox; while on the other hand, the pain in the back is more peculiar to the smallpox than to the measles) heat of the whole body; an inflamed colon, and shining redness, especially an intense redness of the gums."

Razi's major books are The Secret (Al-Asrar), Secret of Secrets (Sirr Al-asrar), Books on alchemy, Philosophy: On existence, Metaphysics

Some of Razi's quotes are:

"Let your first thought be to strengthen the natural vitality."

"Truth in medicine is an unattainable goal, and the art as described in books is far beneath the knowledge of an experienced and thoughtful physician."

Asked if a philosopher can follow a prophetically revealed religion, al-Razi openly retorts:

"How can anyone think philosophically while committed to those old wives' tales, founded on contradictions, obdurate ignorance, and dogmatism?"

"Gentility of character, and nicety and purity of mind, is found in those who are capable of thinking deeply about abstruse matters and scientific minutiae."

"Man should hasten to protect himself from love before succumbing and wean his soul from it if he falls."

"The self-admirer, generally, should not glorify himself nor be so conceited that he elevates himself above his counterparts. Neither should he belittle himself to the extent that he becomes inferior to his counterparts or to those who are inferior both to him and to his counterparts in the sight of others. If he follows this advice, he will be free of self-admiration and feelings of inferiority, and people would call him the one who truly knows himself."


sumber dari: payvand.com